Bersama rekannya, sesama pengamen jalanan, Fatahillah, saat itu berusia 14 tahun, Fikri Pribadi, 16 tahun, Bagus Firdaus, 17 tahun, Andro Suprianto, 18 tahun, dan Nurdin Prianto, 23 tahun, Arga menuju ke kolong jembatan Cipulir setelah turun dari kereta di stasiun Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Kolong jembatan itu menjadi tempat berkumpul Arga dan rekannya sesama pengamen jalanan. Di situ pula mereka menemukan Dicky Maulana, sesama pengamen jalanan, dalam keadaan sekarat. Sekitar pukul 12.00 WIB, beberapa rekannya mengatakan Dicky sudah tak bernyawa. Sontak Arga langsung melapor ke pihak keamanan terdekat dan diteruskan kepada polisi yang datang tak lama kemudian.
Polisi lantas memboyong Arga, Andro, dan Bagus ke kantor Polsek Pesanggrahan. Mereka dimintai keterangan sebagai saksi terkait meninggalnya Dicky. Beberapa menit kemudian polisi membawa ketiganya dengan mobil ke Polda Metro Jaya. Sesampainya di sana, polisi kembali menginterogasi mereka di ruangan yang berbeda-beda.
Arga mengatakan kalau penyidik malah memaksa dirinya mengaku kalau ia dan teman-temannya lah yang menganiaya Dicky hingga tewas. Tidak mau menuruti kemauan Polisi, Dicky di bawa ke lahan parkir dan dianiaya agar mau mengaku. Namun, dua pengamen yang lain, Bagus dan Andro, ternyata menuruti paksaan polisi dan mengaku.
Tak lama setelah itu datanglah Fatahillah dan Fikri. Menurut Fatahillah, mereka tiba-tiba dicokok polisi saat sedang tidur di samping angkringan Jalan Perdatam Raya, Pancoran, Jakarta Selatan.
Mereka sempat mendekam di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya selama satu bulan tiga hari sebelum berkas mereka dikirim ke Kejaksaan. Berkas perkara kemudian dipisah menjadi terdakwa dengan umur dewasa, yaitu Andro dan Nurdin, serta Fatahillah, Fikri, Arga, dan Bagus dengan status di bawah umur. Rata-rata mereka divonis bersalah dengan hukuman tiga tahun penjara.
LBH Jakarta yang mendampingi para pengamen itu lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tetapi, mereka tetap dinyatakan bersalah. Tak sampai di situ, LBH Jakarta mengajukan kasasi kepada Mahakmah Agung. Majelis kasasi MA memutus kalu para pengamen tak bersalah dan dibebaskan dari penjara, di mana Andro dan Nurdin bebas divonis bebas pada April 2014, sementara Arga, Fatahillah, Bagus, dan Fikri pada Januari 2016.
Andro dan Nurdin kemudian mengajukan praperadilan. Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh pengadilan dengan meminta Polda Metro Jaya untuk memberikan ganti rugi senilai Rp 72 juta pada tahun 2016 untuk keduanya. Kemudian, empat pengamen lainnya yang mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Lewat praperadilan, para mereka menuntut Polda Metro Jaya, Kementerian Keuangan, serta Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta memberi ganti rugi kepada keempat pengamen korban salah tangkap ini sebesar Rp 165.600.000 untuk masing-masing pengamen. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan ganti rugi empat pengamen ini. Hakim tunggal Elfian menyebut gugatan tersebut telah kedaluwarsa sehingga harus ditolak.
MICHELLE GABRIELA I ANNE L HANDAYANI | GABRIEL WAHYU TITIYOGA | AGUNG SEDAYU | ADAM PRIREZA
Pilihan Editor: Korban Salah Tangkap Polisi dapat Ganti Rugi Rp 222 Juta, Apa Kasus Oman Abdurohman?