TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK meminta penundaan sidang praperadilan yang diajukan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
“Informasi yang kami peroleh, hari ini Tim Biro Hukum KPK belum bisa hadir pada sidang praperadilan yang diajukan oleh tersangka EOSH di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kepegawaian KPK Ali Fikri, Kamis, 11 Januari 2024.
Akan hadir dalam sidang berikutnya
Ali mengatakan KPK telah mengirimkan surat kepada hakim yang mengadili sidang praperadilan kedua itu. Dia menyakan, pihaknya masih menyelesaikan seluruh proses administrasi dan juga dokumen yang dibutuhkan pada persidangan.
“Tentu pada persidangan berikutnya Tim Biro Hukum KPK akan hadir dan memberikan tanggapan atas seluruh dalil permohonan yang diajukan oleh tersangka dimaksud,” kata Ali.
Eddy kembali ajukan praperadilan
Sebelumnya, Humas PN Jaksel Djuyamto mengatakan pihaknya telah menerima pendaftaran gugatan praperadilan oleh Eddy Hiariej pada Rabu, 3 Januari 2024. Itu merupakan gugatan kedua Eddy terhadap KPK setelah mencabut gugatan pertama pada 22 Desember 2023.
“Memang betul telah diajukan kembali permohonan praperadilan oleh pemohon Mantan Wamenkumham Prof Edward Oemar Hiariej yang didaftarkan ke kepaniteran Pidana PN Jaksel Rabu kemarin," kata Djuyamto melalui video singkat yang diterima Tempo pada Kamis, 4 Januari 2024.
Dari permohonan itu, Djuyamto mengatakan Ketua PN Jaksel Kelas 1A Khusus Saut Maruli Tua Pasaribu telah menetapkan hakim tunggal untuk sidang praperadilan Eddy Hiariej. "Kemudian permohonan praperadilan tersebut telah ditetapkan hakim tunggal Pak Estiono," ujar Djuyamto.
Djuyamto mengatakan, praperadilan tersebut dijadwalkan pada Kamis, 11 Januari 2024. "Kemudian oleh hakim tunggal yang dimaksud telah ditetapkan sidang pertama itu pada 11 Januari 2024," ujarnya.
Eddy ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. KPK juga menetapkan dua anak buah Eddy, Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana, dan seorang pengusaha bernama Helmut Hermawan sebagai tersangka.
Eddy Hiariej melalui Yosi dan Yogi disebut menerima suap sebesar Rp 7 miliar dari Helmut Hermawan dalam konflik kepemilikan PT Citra Lampia Mandiri, perusahaan pemilik konsesi 2.000 hektare tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
BAGUS PRIBADI | YUNI ROHMAWATI