TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Polmark Research Centre Eep Saefulloh mengatakan kemenangan dinasti Presiden Joko Widodo atau Jokowi di pemilu 2024 merupakan kekalahan bagi demokrasi. Ia menyatakan demokrasi harus diperbaiki secara tahap demi tahap.
Eep menyampaikan ini dalam diskusi yang digelar daring pada Selasa, 9 Januari 2024 bertajuk ‘Masa Depan Demokrasi jika Dinasti Jokowi menang’. Pemilu, menurutnya, bisa menjadi langkah awal bagi siapa pun yang percaya pada sistem demokratis untuk mengubah kekuasaan.
Pemilu termasuk pemilihan presiden akan diadakan pada 14 Februari 2024. Putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi pasangan calon presiden Prabowo Subianto untuk berhadapan dengan rivalnya Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
“Jika Jokowi menang, maka demokrasi kalah,” kata Eep, yang merupakan konsultan politik pendamping Jokowi pada 2014. “Tidak ada jaminan juga saat Ganjar atau Anies menang itu bisa disebut kemenangan demokrasi. Prinsipnya, demokrasi harus terus diperjuangkan.”
Presiden tidak pernah terang-terangan mendukung salah satu pasangan calon di pilpres 2024. Gibran – cawapres Prabowo, bagaimana pun dinilai banyak kalangan sebagai representasi dinasti Jokowi. Wali Kota Solo berusia 36 tahun melenggang ke kontestasi pilpres dengan diwarnai putusan kontroversial di Mahkamah Konstitusi, yang saat itu dipimpin pamannya Anwar Usman soal ambang batas usia 40 tahun.
Belakangan, kubu Prabowo mengklaim mendapat dukungan terang-terangan dari Jokowi. Prabowo, yang saat ini merupakan Menteri Pertahanan, menamakan dan mencap Koalisi Indonesia Maju sebagai ‘Tim Jokowi’. Keadaan ini mencuatkan kekhawatiran soal netralitas presiden dan jajaran aparat hingga ancaman lain terhadap demokrasi yang muncul setelah pemilu.
Dalam diskusi pada Selasa, Eep mengatakan demokrasi di satu sisi memungkinkan tata hidup yang lebih demokratis. Namun, di sisi lain, dalam gagasan demokrasi juga dipercaya setiap orang berpotensi dapat memperjuangkan kepentingan sempit.
Oleh sebab itu, Eep mengatakan, setelah mengalahkan Jokowi dalam jangka pendek tercapai, maka perlu merancang langkah yang lebih menengah seperti membatasi kekuasaan presiden di akhir masa jabatannya. Ia juga berpendapat pentingnya merehabilitasi demokrasi dengan pembenahan tata perundang-undangan yang sudah rusak seperti UU KPK hingga Omnibus Law. “Dalam demokrasi, inilah pertarungan yang tidak pernah selesai,” kata Eep.
Pilihan Editor: Jokowi Dinilai Pasang Badan untuk Prabowo, Anies Baswedan : Kami Terus Keliling ke Rakyat Saja