TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mendesak Kepolisian mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dalam proyek pengadaan Lampu Pocong senilai Rp 21 miliar. Meskipun dana proyek itu telah dikembalikan, mereka menilai hal itu tak menghapus dugaan adanya tindak pidana korupsi.
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra mengatakan, pengadaan tersebut bukan hanya soal proyek gagal, melainkan terdapat materi tindak pidana korupsi yang dilakukan. Menurut mereka dugaan korupsi dalam proyek tersebut dalam proses penyelidikan di Polrestabes Medan.
"Sebagaimana Surat Perintah Kapolrestabes Medan Nomor 3751/VIII/Res.3.3/2023/Reskrim tertanggal 16 Agustus 2023 yang secara jelas tertuang dalam surat Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) nomor R-225/KK/11/2023, perihal Perkembagan Atas Laporan Pengaduan Masyarakat (RSM 9168-0485), tertanggal 30 November 2023," kata Irvan melalu rilis tertulisnya pada Sabtu, 30 Desember 2023.
Irvan mengatakan, meski Kejaksaan Negeri Medan telah menerima pengembalian dana proyek itu dari sejumlah kontraktor, pengusutan adanya dugaan korupsi dalam proyek Lampu Pocong harus tetap berjalan. Dia menyatakan pengembalian uang negara kepada Kejari Medan itu tak menghapus tindak pidana korupsi.
"Dalam hal ini Pasal 4 Undang-undang 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah menjadi Unndang-undang 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan Pengembalian Kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana," kata Irvan.
LBH Medan juga menyatakan bahwa terdapat sejumlah indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut. Diantaranya, menurut Irvan, adalah pernyataan Kepala Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas yang menyatakan adanya dugaan persekongkolan dalam tender proyek lampu Pocong.
"Dan investigasi media jika pemenang tendernya tidak jelas dan dugaan alamat perusahaannya fiktif," kata dia.
Kejaksaan tak bisa menghentikan penyelidikan di kepolisian
Irvan juga menyoroti soal surat dari Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) yang disebut menimbulkan kejanggalan. Menurut dia, dalam suratnya, KKRI menjelaskan landasan Kejari Medan untuk menagih uang negara kepada kontraktor karena adanya surat kuasa yang diberikan oleh Pemerintah Kota Medan.
Menurut Irvan, alasan itu tak bisa menjadi alasan bagi Kejaksaan Negeri Medan untuk menghentikan dugaan kasus korupsi pada proyek tersebut. Irvan mengatakan, hal tersebut bertentangan dengan Nota Kesepakatan Bersama antara Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI dan KPK RI Nomor: KEP-049 I N J.A/03/2012, Nomor: B/23/III3012, Nomor:SPJ-39/01/2012 tentang optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pasal 8 ayat (1).
“Dalam pasal itu menyebutkan, dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan atau atas kesepakatan para pihak”.
Oleh karena itu, menurut Irvan sudah sepatutnya tindak pidana korupsi tersebut harus diungkap secara jelas, objektif dan transparan oleh Polrestabes Medan.
"Jika hal tersebut tidak dilakukan maka ini menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsi. Dimana nantinya dengan sangat mudah jika ada dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dibalikan saja uangnya maka perkara selesai," katanya.
Selanjutnya, LBH Medan sebut Bobby Nasution seharusnya malu