TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, menilai Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu lambat dalam merespons temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK. Temuan itu tentang adanya aliran dana kampanye bersumber dari tambang ilegal.
"Sangat lambat. Karena diatur dalam Undang-Undang Pemilu, kalau sudah ada temuan, temuan ini terbatas waktu. Begitu juga laporan informasi awal, juga terbatas waktu," kata Kaka, saat dihubungi Tempo, pada Selasa, 19 Desember 2023.
Dia mencontohkan, misalnya ada laporan dugaan pelanggaran ke Bawaslu terbatas waktu tujuh hari kerja setelah diketahui. Temuan ini, kata dia, sudah disampaikan ke Bawaslu sejak 12 Desember lalu, dan belum menyatakan langkah konkrit mendalami temuan tersebut. "Artinya Bawaslu ngapain aja gitu," tutur dia.
"Apakah disimpan? Tidak boleh. Bawaslu tidak boleh menyimpan informasi tanpa ada tindak lanjut," katanya. Menurutnya, jika diketahui pada 12 Desember 2023, Bawaslu punya waktu hanya sampai Rabu, 19 Desember 2023. "Karena waktunya terbatas untuk ditindaklanjuti."
Sebelumnya, penegak hukum mengatakan pendanaan kampanye itu juga ada yang bersumber dari penyalahgunaan fasilitas pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di salah satu daerah Jawa Tengah. Pencairan pinjaman seharusnya digunakan untuk modal kerja debitur-debitur. Namun diduga digunakan untuk kepentingan simpatisan partai, MIA.
Selama 2022-2023, total pencairan dari BPR di salah satu daerah di Jawa Tengah ke rekening 27 debitur mencapai Rp 102-an miliar. Dari pencairan pinjaman itu, pada waktu bersamaan atau berdekatan dilakukan penarikan tunai. Duit itu lalu disetorkan kembali ke rekening MIA. MIA diduga sebagai pihak pengendali atas dana pinjaman tersebut.
Menurut penegak hukum tersebut, total dana yang masuk ke rekening MIA yang bersumber dari pencairan kredit mencapai Rp 94 miliar. Dari rekening MIA, dana-dana itu dipindahkan kembali ke beberapa perusahaan seperti PT BMG, PT PHN, PT BMG, PT NBM, beberapa individu, serta diduga ada yang mengalir ke Koperasi Garudayaksa Nusantara. Beberapa perusahaan yang menerima aliran dana pinjaman melalui rekening MIA itu di antaranya terafiliasi dengan Koperasi Garudayaksa Nusantara.
Ketua Gerindra Jawa Tengah sekaligus Sekretaris Umum Garudayaksa Nusantara, Sudaryono, menampik informasi tersebut. "Itu adalah fitnah yang sangat serius jika dikatakan Koperasi Garudayaksa Nusantara dan PT Boga Halal Nusantara serta PT Panganjaya Halal Nusantara menerima aliran dana dari BPR Jepara Artha," ujarnya.
Dia juga mengaku tak mengenal 27 debitur yang melakukan pinjaman di BPR Bank Jepara Artha. "Bahkan saya tidak tahu kantornya di mana. Jadi koperasi kami tidak menerima aliran dana dari BPR Jepara Artha," kata Sudaryono.
Kaka mengatakan, Bawaslu sudah seharusnya menyampaikan hasil analisis perihal temuan PPATK yang disampaikan ke Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum itu. "Sebagai pemantau pemilu agak kecewa dengan Bawaslu yang terlambat (menyampaikan analisisnya)," ujar dia.
Dia menjelaskan, jika ditemukan pelanggaran dalam transaksi tersebut, kandidat atau partai politik yang terlibat penggunaan dana haram bisa dianulir. "Tentu dengan proses. Dan sanksi terberat menganulir. Baik itu penggunaan dana atau politik uang," tutur dia.
Dia mengatakan, selain dianulir para pengguna dana haram itu juga bisa diberi sanksi pidana. Dia menganggap penggunaan dana ilegal lebih berat dari politik uang. "Politik uang yang terstruktur, masif, dan sistematis, itu bisa membuat seseorang atau partai politik dianulir dari pencalonannya. Kemudian ada pidananya," ucap Kaka.
Pilihan Editor: Jokowi Minta Temuan PPATK soal Dana Kampanye Ilegal Diproses Penegak Hukum