TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR menyoroti isu pelanggaran HAM berat masa lalu menjelang pelaksanaan debat pertama capres cawapres yang digelar di KPU hari ini. ICJR menilai dari ketiga capres, hanya pasangan calon nomor 3 yaitu Prabowo-Gibran yang tidak menyinggung penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Terkait isu ini, paslon 1 dan 3 berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Sedangkan paslon 2 sama sekali tidak menyinggung soal kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," kata peneliti dari ICJR, Iftitahsari, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Senin, 11 Desember 2023.
Menurut dia, capres-cawapres yang diusung Koalis Indonesia Maju itu hanya menekankan komitmen ke depannya melindungi HAM seluruh warga negara. Adapun penyelesaian pelanggaran HAM berat berpegang pada komitmen dari pemerintah. "Termasuk keseriusan Kejaksaan Agung melakukan proses penyidikan," tutur dia.
Iftitahsari mengatakan, isu lainnya yang menjadi perhatian ICJR adalah perlindungan korban dan kelompok rentan. Masing-masing paslon sudah menyebutkan tentang komitmen pemberdayaan perempuan dan anak serta pencegahan kekerasan. Namun belum ada di antara capres-cawapres itu menyasar inti masalah.
Kunci permasalahan pada perlindungan korban dan kelompok rentan, kata dia, yaitu penyadaran oleh aparat penegak hukum bahwa pemenuhan hak korban merupakan bagian dari pekerjaannya.
Menurut dia, praktik pemenuhan hak korban dalam tataran teknis masih tersendat dan skema pendanaan menjamin ketersediaan dana untuk pemenuhan hak korban.
"Tak kalah penting, dalam sistem peradilan pidana, hak korban belum diatur secara spesifik dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sebagai induk pengaturan hukum acara pidana di Indonesia," ujar dia. Di sisi lain sistem peradilan pidana masih jauh memperhatikan pertimbangan gender dalam membahas perempuan.
Menurut riset ICJR pada 2021, kerentanan perempuan dalam proses peradilan pidana tidak dipertimbangkan sama sekali. Bahkan pada kasus pidana mati, perempuan dijerat bukan hanya berdasarkan tindak pidananya. "Tapi juga atas dasar stigma gagal menjalankan peran gendernya," tutur dia.
Secara umum, dia mengatakan, ketiga pasangan capres-cawapres belum mempertimbangkan pentingnya peran gender dalam reformasi hukum pidana di Indonesia. Dalam gagasannya para paslon hanya menjelaskan komitmennya dalam kesetaraan gender dan pada isu yang dianggap dekat dengan perempuan saja. "Misalnya perlindungan kekerasan serta kesehatan ibu dan anak," tutur dia.
Dia berharap para paslon yang nanti terpilih menjadi presiden harus berkomitmen mendasarkan reformasi hukum pada keadilan gender. Selain menjamin representasi perempuan dalam reformasi hukum pidana serta menghadirkan analisis dan pertimbangan gender di setiap pembuatan instrumen hukum. "Utamanya revisi KUHAP," ucap Iftitahsari.
Pilhan Editor: KPU Atur Durasi Pamer Visi Misi dalam Debat Capres Hanya 240 Detik