TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs atau Indostrategic Ahmad Khoirul Umam mengatakan alotnya penentuan format debat capres-cawapres di Pilpres 2024 mengindikasikan kuatnya tarik ulur dan negosiasi kepentingan.
"Hal itu tak lepas dari besarnya dampak politik dari proses debat Pilpres terhadap peluang kemenangan pasangan capres-cawapres," kata Ahmad, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Kamis, 7 Desember 2023.
Menurut dia, format baru debat capres-cawapres yang akhirnya memberi kesempatan untuk mengeksplorasi gagasan dan pandangan paslon secara terpisah patut diapresiasi. Hal itu akan memberikan keleluasaan bagi cawapres tampil secara independen dalam menunjukkan kapasitas dan gagasannya.
"Mengingat kapasitas cawapres juga harus setara dengan capres yang secara konstitusional harus siap menggantikan peran ketika ada halangan tetap maupun temporer," ujar Ahmad.
Menurut dia, kendati keberadaan capres tetap mendampingi cawapres saat berdebat bisa dipersepsikan sebagai wujud kebersamaan dan persatuan di antara para paslon, namun posisi itu seolah membuat cawapres tampil kurang mandiri dan tetap berada di bawah bayang-bayang capres.
Berkaca dari Pilpres 2004 hingga 2019, Ahmad mengatakan, debat capres-cawapwares bisa membentuk persepsi publik terkait kecakapan, kredibilitas, dan kapasitas paslon 2024 yang berkontestasi. Bahkan, kemenangan dalam debat Pilpres bisa mengubah peta basis dukungan politik.
Ini terutama di segmen kelas menengah terdidik dan masyakarat secara umum yang menjadi elemen swing voters dan undecided voters. Dia menjelaskan, hal itu dibuktikan dalam Pilpres 2004 dan Pilpres 2014, elektabilitas Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo atau Jokowi mampu melampui elektabilitas lawannya (crossing).
Lawan mereka adalah Megawati Sokarnoputri dan Prabowo Subianto. Menurut Ahmad, saat SBY dan Jokowi bisa meyakinkan publik dengan kesiapan dan penguasaan isu-isu strategis dan kebijakan publik dalam proses debat Pilpres. Kemenangan debat Pilpres yang notabene merupakan bagian dari operasi serangan udara.
Menurut dia, serangan udara terbukti efektif mampu menghancurkan basis-basis pertahanan dukungan politik yang selama ini dikonsolidasikan lewat "operasi serangan darat". "Laiknya kampanye tatap muka hingga door to door canvashing. Sebab itu, semua capres-cawapres harus mengantisipasi dan mempersiapkan diri dengan optimal.
Sekali lagi, kata pengajar Ilmu Politik dan Studi Internasional Universitas Paramadina itu, kekeliruan argumen atau sekadar slip of tongue, secara otomatis akan digoreng habis dan dimanfaatkan lawan politik untuk mendegradasi kredibilitas politik dan elektoralnya.
Ahmad berharap KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang netral dan independen harus memastikan debat Pilpres berjalan adil. Netralitas moderator dan kerahasiaan pertanyaan debat harus dijaga. "Jangan sampai ada pihak merasa dirugikan oleh dugaan ketidaknetralan terkait proses, aktor yang terlibat dan materi debat," ucap Ahmad.
Pilihan Editor: Jokowi Minta Pemerintah Pusat Bantu Bereskan Masalah Air di Kupang