TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menilai upaya pemberantasan korupsi semakin terpuruk. Ia mengatakan terungkap independensi KPK rusak setelah pengakuan Agus Rahardjo, mantan Ketua KPK yang menerima intervensi dari pemimpin negara.
"Apakah itu kebetulan, saya yakin tidak. Karena adanya praktik-praktik sebelumnya. Kita mendengar hari ini Pak Agus Raharjo bercerita tentang bagaimana intervensi," ujar Novel, saat mengisi diskusi di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Desember 2023.
Menurut Novel, berbagai fakta pelemahan komisi antirasuah itu kini semakin nyata. Dia mencontohkan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK.
Dengan revisi itu, ia menyebut UU yang bermasalah ditaruh ke lembaga antikorupsi itu, sehingga memicu banyak praktik korupsi di dalam tubuh KPK sendiri. "Ini kekacauan, kekonyolan yang luar biasa," tutur Novel, yang diberhentikan dari lembaga antikorupsi saat lembaga itu dipimpin Firli Bahuri.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus penerimaan suap dan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Firli dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 12B, dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
Baca Juga:
Hari ini, Jumat, 1 Desember 2023, Firli menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus penerimaan suap dan pemerasan terhadap Yasin Limpo. Pemeriksaan itu dilakukan tim penyidik Polda Metro Jaya di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Adapun intervensi dari pemerintah, yang disampaikan Agus Rahardjo, itu berlangsung saat komisi antirasuah ini menangani kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 silam. Agus, yang kala itu menjabat Ketua KPK periode 2015-2019, dipanggil Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Istana.
Saat Agus memasuki ruangan Presiden, kata dia, Jokowi langsung berteriak meminta kasus yang menyeret Ketua Umum Golkar Setya Novanto saat itu, dihentikan. "Setelah saya duduk, saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," kata Agus.
Novel mengatakan bahwa upaya pelemahan pemberantasan korupsi dilakukan secara sistematis. "Pelemahan pemberantasan korupsi ini membuat praktik korupsi semakin menjadi-jadi," tutur dia.
Masyarakat sipil, Novel menjelaskan, harus harus membangun kesadaran dan semangat bersama bahwa praktik korupsi tidak boleh dibiarkan.
Pilihan Editor: Anies Berjanji Akan Kembalikan KPK sebagai Lembaga Independen