TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ada Rp 500 Triliun lebih jumlah transaksi judi online sepanjang Tahun 2017 hingga saat ini. Hal itu dikatakan oleh Koordinator Kelompok Subtansi Humas PPATK M Natsir Kongah.
M Natsir Kongah mengatakan, dari jumlah Rp 500 Triliun, sepanjang 2022 hingga 2023, PPATK menemukan ada 3.295.310 orang yang juga telah terlibat dalam pusaran kasus tersebut.
"Dari jumlah yang masuk dalam kasus judi online tersebut, PPATK menemukan ada senilai Rp 34.512.310.353.834 total deposit," kata M Natsir Kongah dalam keterangan tertulisnya Sabtu, 25 November 2023.
Jika dibandingkan pada Tahun 2022, ada jumlah kenaikan yang signifikan. Dari laporan Tempo pada Kamis, 15 September 2022 lalu, PPATK menemukan aliran dana yang berkaitan dengan judi online sebesar Rp 155 triliun. Angka Rp 155 triliun itu adalah akumulasi dari 121 transaksi yang ditemukan PPATK. Sementara itu, jumlah analisis yang dilaporkan pada penyidik mencapai 129 analisis.
Namun, pada 2023 PPATK menemukan lebih dari 121 transaksi. PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi sebanyak 1.322 pihak yang terdiri dari 3.236 rekening.
"Total nilai saldo yang dihentikan transaksinya mencapai Rp 138 miliar," kata Natsir.
Natsir mengatakan, kasus tersebut semakin meningkat setiap tahunnya dengan berbagai macam perputaran dana. Mulai dari uang taruhan, hingga ada transaksi yang ditenggarai sebagai pencucian uang oleh jaringan bandar.
"Perputaran dana ini meliputi uang taruhan, pembayaran kemenangan, biaya penyelenggaraan perjudian, transfer antar-jaringan bandar, serta transaksi yang ditengarai sebagai pencucian uang oleh jaringan bandar," kata Natsir.
Menurut Natsir, fenomena ini menunjukkan masih kurangnya literasi keuangan di kalangan masyarakat, sehingga banyak generasi muda yang tergoda iming-iming kekayaan instan lewat permainan ini (judi) padahal kasus ini masuk dalam jeratan hukum pidana.
"Masyarakat diharapkan untuk tidak terlibat dalam perjudian online atau perjudian dalam media apa pun. Judi dalam hukum yang berlaku di Indonesia dapat dikategorikan sebagai tindakan pidana," kata Natsir.
Jual beli rekening
Narsir juga menyebutkan dari hasil analisis PPATK, hingga saat ini masih ditemukan modus penggunaan rekening orang lain yang diperoleh dari praktik peminjaman rekening dan jual-beli rekening oleh masyarakat kepada pelaku perjudian online, untuk dipakai sebagai rekening penampungan dana perjudian.
Dari praktik itu, Natsir menghibau agar masyarakat diharapkan tidak memberikan rekening yang dimilikinya kepada orang lain dengan cara apa pun yang berpotensi digunakan untuk kegiatan tindak pidana.
"Sebab, ada dana hasil perjudian online sebagian yabg dilarikan ke luar negeri oleh para pelaku dengan menggunakan perusahaan-perusahaan cangkang. Sehingga menyebabkan kerugian ekonomi bagi negara," kata Natsir.
Pilihan Editor: Anies Baswedan Sebut Judi Online Berkembang Karena Diberikan Ruang