TEMPO.CO, Denpasar - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mengatakan sepanjang 2018 hingga 2022 telah ada 290 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Human Trafficking yang terjadi di Luar Negeri. Atnike mengatakan pekerja migran tersebut mengalami tindakan yang beragam hingga kehilangan nyawa.
"Calon pekerja atau pekerja migran yang sudah bekerja di luar negeri ternyata menjadi korban perdagangan manusia dalam bentuk-bentuk yang beragam, seperti penipuan atau kondisi kerja yang memprihatinkan atau eksploitatif dan tidak jarang juga ditemukan pekerja migran atau orang-orang itu kemudian pulang dalam kehilangan nyawa atau sudah meninggal dunia," kata Atinike Nova Sigiro kepada Tempo di Hotel Golden Tulip Jineng Resort Bali pada Selasa, 7 November 2023.
Atnike Nova Sigiro mengatakan jika kasus seperti ini adalah dampak dari rekrutmen yang non-prosedural dan tidak memiliki izin yang jelas dari pemerintah. Sehingga para pekerja tidak tahu hak apa saja yang seharusnya mereka dapatkan sebagai pekerja Imigran yang pada akhirnya menimbulkan kasus Human Trafficking.
"Ya tentu faktor risiko bahwa mereka akan menjadi korban perdagangan penipuan itu sangat besar jadi memang proses rekrutmen juga sudah harus menjadi pengawasan pemerintah," kata Atnike.
Bahkan menurut Atnike, hal-hal yang tidak prosedural bukan hanya soal pekerja imigran yang akan dikirimkan ke luar negeri. Ia juga menyoroti pekerja rumah tangga domestik yang sering kali juga bermasalah.
"Bukan hanya seorang pekerja atau calon pekerja migran yang berangkat ke luar negeri tanpa mendapatkan pengetahuan mengenai hak-hak mereka. Tapi kalau kita bicara pekerja domestik, ya itu kan bekerja di dalam ranah rumah tangga atau keluarga di mana seringkali apa yang terjadi di dalam rumah itu tidak diketahui oleh orang lain apalagi oleh pemerintah atau aparat penegak hukum gitu ya," katanya.
Oleh sebab itu, Atnike mengatakan, maka calon pekerja migran Indonesia memang harus dilengkapi dengan pengetahuan dan juga perlindungan yang memadai sejak dari sebelum diberangkatkan hingga di sana.
"Juga harus ada prosedur yang dapat memastikan perlindungannya (pekerja) dan sehingga juga dia dapat kembali ke sini tanpa mengalami kasus itu. Karena, persoalan potensi terjadinya perdagangan manusia itu dapat terjadi sejak mulai rekrutmen kalau rekrutmennya dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki akuntabilitas," katanya.
Atnike berharap dengan adanya Konferensi Regional “Gerak Bersama Memerangi Perdagangan Orang di ASEAN” dengan kerjasama antar negara khususnya di kawasan ASEAN dapat diperkuat karena penanganan kasus perdagangan manusia tidak dapat dilakukan sendiri oleh satu negara karena korban dari perdagangan manusia itu biasanya terjadinya di luar negeri.
"Artinya Harus ada kerjasama dan solidaritas antara pemerintah-perintah di berbagai negara," katanya.
Pilihan Editor: Cerita Anak-anak Pekerja Migran yang Akhirnya Bisa Bersekolah di Negeri Sendiri