Dalam Mahmilub Hakim Ketua dan Oditur dijabat oleh Perwira Ahli Hukum dengan pangkat paling rendah Perwira Menengah. Sementara Panitera dijabat oleh seorang Perwira Ahli Hukum dan Hakim Anggota berpangkat paling rendah Perwira Menengah. Perwira-perwira tersebut ditunjuk oleh Presiden atas usul Menteri/Panglima Angkatan yang bersangkutan.
Selama proses persidangan Mahmilub, mahkamah harus memeriksa dan mengadili menurut ketentuan- ketentuan dari hukum acara pidana militer yang berlaku. Seperti penyerahan perkara dilakukan oleh Menteri/Panglima Angkatan yang ditunjuk oleh Presiden dan pemeriksaan sidang dilakukan berdasarkan surat tuduhan yang dibuat oleh Oditur.
Selain itu, dalam perihal hukuman mati pelaksanaan putusan Mahmilub baru dapat dilakukan setelah persetujuan Presiden. Presiden akan mengambil keputusan terkait grasi terhadap perkara yang bersangkutan.
Pada umumnya, Mahmilub dikenal ketika penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kala itu, Mahmilub menjatuhi hukuman mati ke sejumlah tokoh Komunis Indonesia pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965. Bahkan, tak sedikit di antara para tokoh sosialis-komunis yang cukup berpengaruh di Indonesia itu dijatuhi hukuman mati.
Kendati demikian, Samuel Gultom dalam buku bertajuk “Mengadili Korban: Praktek Pembenaran terhadap Kekerasan Negara” menjelaskan bahwa kasus pertama yang diadili oleh Mahmilub adalah perkara atas terdakwa Soumokil yang berkaitan dengan gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS). Soumokil ditangkap pada 2 Desember 1963 lalu diajukan ke Mahmilub. Ia kemudian vonis hukuman mati berdasarkan Putusan Mahmilub No.1 25 April 1964.
Karena sifatnya yang khusus, Mahmilub hanya dibentuk oleh presiden apabila ada perkara yang dinilai membahayakan bangsa dan negara. Namun, ketika negara kembali kepada keadaan biasa, maka peraturan-peraturan tersebut tidak berlaku lagi.
KHUMAR MAHENDRA I HENDRIK KHOIRUL MUHID I SDA
Pilihan Editor: Pasca G30S, Ini Operasi Kalong Penangkapan Tokoh PKI DNI Aidit, Brigjen Soepardjo hingga Letkol Untung