TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini, Ahad, 2 Oktober 1988 silam atau 35 tahun silam, Sri Sultan Hamengkubuwono IX meninggal dunia di Washington DC, Amerika Serikat. Kepergian gubernur pertama DI Yogyakarta itu meninggal kesedihan mendalam bagi banyak orang. Ratusan ribu manusia, termasuk Presiden Soeharto dan duta besar negara lain, mengiringi upacara pemakaman Wakil Presiden Kedua RI ini.
Majalah Tempo edisi Sabtu, 8 Oktober 1988 mengulas kisah kepergian Sri Sultan Hamengkubuwono IX ini. Kabar mangkatnya sang sultan disampaikan oleh Kanjeng Raden Ayu Nindyokirono, istri terakhirnya. Melalui sambungan telepon dari negeri di seberang benua, Norma-sapaan Nindyokirono- mengabari dengan suara setengah terisak.
“Bapak meninggal,” kata Norma, menghubungi Jakarta, pagi jam 07.45 WIB itu, dari Washington, D.C.
Yang menerima telepon itu adalah Meity Minarni, seorang kemanakannya. Berita yang disampaikan Norma pagi itu bukan hanya berita duka bagi keluarga. Tapi juga bagi bangsa Indonesia. Sultan Yogya, merupakan salah satu tokoh perjuangan kemerdekaan, bekas wakil presiden, dan seorang Gubernur DI Yogyakarta mendadak wafat, di hari Ahad 2 Oktober senja hari. Memang, tak ada yang menduga kematian itu.
Tiga pekan sebelumnya, 14 September 1988, Sri Sultan berangkat dari Jakarta ke Jepang. Dia pergi bersama Norma yang acap mendampinginya. Di Tokyo, lima hari kemudian, keduanya bergabung dengan rombongan kesenian pimpinan Wiyogo Atmodarminto, Gubernur DKI Jakarta ketika itu. Pada 22 September, Sri Sultan ke kota kuno Kyoto. Esoknya balik ke Tokyo dan berangkat ke New York, AS pada 25 September.
Mereka yang bertemu dengan Sri Sultan sampai beberapa hari sebelum ke AS tak melihat tanda-tanda sakit pada diri Gubernur DI Yogyakarta itu. Pangeran Mangkubumi, putranya yang tertua, hadir sebentar bersama ayahandanya di Tokyo pada 25 September. Raden Mas Herjuno Darpito itu menyebut kondisi Sri Sultan tak ada yang perlu dikhawatirkan ketika itu. Sebab itu, ia sempat tak yakin ayahnya meninggal.
“Kondisi beliau (waktu itu) tak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata pria yang kini menggantikan ayahnya sebagai Gubernur DIY bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana X itu.
Kesaksian ini diamini Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim. Dia dan Sri Sultan sempat menonton pertunjukan kesenian Yogya dan Solo yang dibawa Gubernur Wiyogo di sebuah gedung teater besar di Tokyo. Itu terjadi pada 21 September 1988. Keduanya duduk berdampingan sembari bercakap dengan Bahasa Belanda informal. Sama seperti putra Sri Sultan, Emil juga sempat menyangsikan kepergiannya.
“Kesan saya beliau gembira ria. Beliau mengajak saya makan sashimi,” kenang Emil.
Selanjutnya: Ini penyebab Sultan Hamengkubuwono IX meninggal