TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi khawatir soal sejumlah negara yang mengambil kebijakan menghentikan ekspor pangan. Menurut, hal inilah yang menjadi salah satu penyebab harga pangan, seperti beras, naik. Khawatir terhadap ketahanan pangan itu Jokowi sampaikan dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional PDIP di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Jumat, 29 September 2023.
“Ngeri sekali kalau melihat cerita semua negara sekarang mengerem, semuanya tidak ekspor pangannya. Gandum sudah, beras sudah, gula sudah, semuanya ngerem, semuanya,” kata Jokowi.
Dahulu pada 1948, dalam mengatasi masalah pangan, pemerintah mencanangkan program Kasimo Plan atau Rencana Kasimo. Ini merupakan wacana swasembada yang bertujuan meningkatkan produksi pangan dalam negeri. Program swasembada ini berlangsung selama tiga tahun, yakni pada 1948 hingga 1950. Disebut juga Rencana Produksi Tiga Tahun.
Menurut buku Profil 100 Tahun Departemen Pertanian, Republik Indonesia, tujuan wacana ini adalah mencukupi semua kebutuhan rakyat akan bahan makanan pokok secara mandiri, memenuhi sekitar 10 persen kebutuhan pakaian rakyat secara mandiri, serta mengusahakan tersedianya kelebihan produksi untuk kepentingan ekspor.
Rencana ini dicetuskan oleh Ignatius Joseph Kasimo atau I.J. Kasimo, yang menjabat sebagai Menteri Urusan Bahan Makanan Indonesia saat itu. Dari namanyalah nama rencana swasembada ini diambil. Dia lahir di Yogyakarta pada 1900. Nama lahirnya Kasimo Hendrowahyono. Ia dibaptis secara Katolik dan mendapat nama Ignatius Joseph.
Baca juga:
Sebelum terjun ke politik, Kasimo adalah guru pertanian di Tegal dan Surakarta. Kasimo diketahui sebagai salah satu pendiri partai politik Katholiek Djawi. Partai ini lalu berubah nama menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa. Sebelum akhirnya menjadi menjadi Partai Politik Katolik Indonesia (PPKI).
Sebagai anggota PPKI, Kasimo pernah diangkat menjadi anggota Volksraad antara 1931 hingga 1942. Ia juga turut menandatangani petisi Soetardjo yang menginginkan kemerdekaan Hindia-Belanda. Pada masa kemerdekaan awal, PPKI yang dilarang oleh Jepang, dihidupkan kembali oleh Kasimo. Namanya diubah lagi menjadi Partai Katolik Republik Indonesia.
Di pemerintahan, Kasimo menjabat di era Orde Lama dan Orde Baru. Pada Orde Lama, antara 1947 hingga 1949 ia duduk sebagai Menteri Muda Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin. Lalu jadi Menteri Persediaan Makanan Rakyat dalam Kabinet Hatta I dan Hatta II. Dalam kabinet peralihan atau Kabinet Soesanto Tirtoprodjo Kasimo juga dipercaya menjabat sebagai menteri. Lalu dalam Kabinet Burhanuddin Harahap dia turut menjabat sebagai Menteri Perekonomian.
Pada masa Agresi Militer II, Kasimo bergerilya di Jawa Tengah dan Jawa Timur bersama menteri lainnya yang tak ditangkap Belanda. Saat kembali ke Ibu Kota Negara, saat itu Yogyakarta, dia menggabungkan seluruh partai Katolik Indonesia menjadi Partai Katolik. Kasimo sempat duduk sebagai wakil Republik Indonesia pada masa Republik Indonesia Serikat atau RIS. Setelah RIS dilebur, posisi itu berganti jadi anggota DPR.
Pada 1955, Presiden Sukarno memprakarsai kabinet hanya terdiri dari empat partai pemenang pemilu 1955: PNI, Masyumi, NU dan PKI. Kasimo termasuk yang menolak rencana itu. Partai Katolik bersama Masyumi menolak bekerja sama dengan PKI di kabinet. Sementara itu, pada Masa Orde Baru, Kasimo tak jadi menteri. Tetapi Kasimo diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Jokowi Khawatir Soal Ketahanan Pangan Ini Wacana Swasembada Pangan Orde Lama Lewat Rencana Kasimo