TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, selama 20 hari pertama terhitung 19 September hingga 8 Oktober 2023 di rumah tahanan (Rutan) KPK.
Karen tampak menjalani pemeriksaan di Gedung KPK pada Selasa, 19 September 2023. Bahkan, dirinya sempat keluar gedung di jam makan siang dan kembali lagi memasuki Gedung KPK hingga malam dan ditahan.
Ketua KPK, Firli Bahuri, menyampaikan kasus yang membuat Karen Agustiawan ditahan bermula pada 2012, PT Pertamina berencana mengadakan liquefied natural gas (LNG) sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia dikurun waktu 2009 s/d 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.
“Sebagai Dirut Pertamina periode 2009-2014 mengeluarkan kebijakan guna menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya Corpus Christi LLC Amerika Serikat,” terangnya.
Karen dituding mengambil kebijakan tanpa ada analisis menyeluruh
Firli Bahuri menegaskan, Karen Agustiawan secara sepihak mengambil kebijakan dan keputuasn dan langsung melakukan kontrak perjanjian perusahaan Corpus Christi tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Karen, menurut Firli, juga tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
“Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu,” jelasnya.
Dengan begitu, terang Firli, LNG milik PT Pertamina yang dibeli dari perusahaan Corpus Christi Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, terjadi suplai LNG berlebihan dan gas alam itu disebut tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
“Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina. Perbuatan KA bertentangan dengan ketentuan, di antaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero,” ujar Firli. “Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp 2,1 Triliun.”
Selain Karen Agustiawan, KPK sebelumnya sempat menyatakan telah menetapkan lima orang tersangka lainnya dalam kasus ini. Akan tetapi hingga saat ini identitas kelima tersangka tersebut belum diumumkan secara resmi.