TEMPO.CO, Jakarta - Ricuh di Pulau Rempang dipicu oleh upaya relokasi sepihak oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam terhadap 16 kampung tua di sana. Relokasi itu dilakukan karena wilayah tersebut akan dibangun proyek strategis nasional disingkat PSN, yakni Rempang Eco-City.
Bentrokan antara aparat dengan masyarakat Pulau Rempang terjadi pada Kamis pekan lalu. Aparat gabungan memaksa masuk untuk melakukan pengukuran dan pemasangan patok tapal batas. Pada Senin kemarin, bentrokan juga kembali terjadi setelah masyarakat menggelar demonstrasi di kantor BP Batam.
Untuk pembersihannya, sebelum tanggal 28 September 2023, Pulau Rempang akan dipastikan kosong oleh tim terpadu yang terdiri dari Polisi, TNI BP Batam, dan Satpol PP.
Diberitakan sebelumnya, pengosongan ini sesuai dengan yang disampaikan Kepala BP Batam, bahwa pabrik kaca akan dibangun di pulau ini. Pabrik yang akan memiliki efek polusi udara, membuat daerah ini harus dikosongkan.
“Karena bisa mengganggu pernafasan dan paru-paru, untuk warga yang berada di sekitarnya, makanya kita harus relokasi dan pindahkan” ungkapnya. Selain itu, juga dilakukan pengukuran dan pematokan untuk menentukan daerah hutan yang tidak untuk digusur.
Dilansir melalui Antaranews, masyarakat yang menempati Pulau Rempang ini tidak memiliki sertifikat, sehingga semua berada di bawah otorita Batam. Pemerintah juga menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan mereka.
Untuk memudahkan mereka, pemerintah juga memberikan hak guna bangunan seluas 500 meter. Untuk putra putri mereka juga akan diberikan beasiswa pendidikan ke Cina, sementara untuk putra daerah dilatih untuk bisa bekerja di pabrik kaca yang akan dibangun disana.
Peta Pulau Rempang. Google Mapas
Dikutip dari mongabay.com, Wali Kota Batam meminta agar masyarakat lokal dilibatkan dalam pengembangan pulai ini. Bukan hanya soal tenaga kerja, tetapi juga pendidikan. Ini karena ia ingin menyiapkan anak-anak yang memiliki peluang turut aktif dalam pembangunan.
Gerisman, seorang tetua disana memastikan bahwa tidak ada negosiasi untuk relokasi yang dilakukan. Selain itu, kalaupun hal itu tetap dilakukan, masyarakat akan bersatu untuk membuat pagar betis. Hal ini dilakukannya untuk menghindari, jika di masa depan, cucunya bertanya dimana Tanjung Kertang, yang bisa dia tunjukkan hanya kertas karena kampungnya sudah tak kelihatan.
Selanjutnya: Warga yang sudah berada...