TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut sikap tidak sopan terdakwa Lukas Enembe dalam persidangan sebagai hal yang memberatkan tuntutan pidana. Hal itu disampaikan JPU pada persidangan kasus suap dan gratifikasi yang menyeret Lukas di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta pada Rabu, 13 September 2023.
"Hal hal yang memberatkan, terdakwa bersikap tidak sopan dalam persidangan" kata Jaksa Penuntut Umum Rabu 13 September 2023.
Selain sikapnya tersebut, JPU juga menilai bahwa Lukas tidak mendukung pemberantasan korupsi dan berbelit-belit ketika memberikan keterangan. Hal itu juga menjadi poin yang memberatkan tuntutan kepada Lukas Enembe.
Dianggap tidak sopan
Dalam sidang pembacaan tuntutan, JPU menerangkan bahwa Lukas Enembe menunjukan sikap tidak sopan ketika di persidangan, terutama saat menjawab beberapa pertanyaan dari Jaksa.
JPU menilai sikap dan perlakuan tersebut sebagai upaya ofensif terdakwa terhadap dakwaannya.
"Sikap dan mental terdakwa dengan menjawab pertanyaan yang tidak simpatik, arogan, tempramental bahkan kata-kata kasar menunjukkan tidak ada rasa hormat di persidangan, dan upaya ofensif dari terdakwa untuk menutupi kesalahannya," ujar Jaksa.
Dalam penjelasannya, jaksa kemudian menyebutkan bahwa sikap Lukas Enembe itu sejalan dengan teori proyeksi psikologi dari Sigmund Freud.
"Hal ini sejalan dengan teori proyeksi psikologi yang diungkapkan oleh Sigmund Freud. Menurut Sigmund Freud sebagian cara individu untuk mereduksi perasaan tertekan dengan membentuk pertahanan diri," jelas Jaksa.
Berkata kasar
Sebelumnya,dalam sidang pemeriksaan terdakwa pada Senin,4 September 2023, Lukas Enembe sempat melempar kata-kata kasar kepada JPU ketika ditanyai keterangannya dalam kasus penerimaan suap dan gratifikasi. Awalnya, JPU mencecar Lukas soal kepemilikan Hotel Angkasa hingga penukaran kurs valas. Lukas terlihat marah hingga mengeluarkan umpatan kasar kepada JPU.
"Saudara tahu Hotel Angkasa?” tanya jaksa.
“Tidak ada, tidak tahu,” jawab Lukas Enembe dengan nada tinggi.
Jaksa kemudian menanyakan tentang kepemilikan Hotel Angkasa beberapa kali kepada Lukas. Kemudian Lukas menjawab dengan kata-kata kasar.
“Saya tanya pelan-pelan ini pak, Hotel Angkasa siapa yang punya?”tanya Jaksa.
“Kopunya (Kamu punya), cukim*i," jawab Lukas.
Hal itu kemudian ditengahi majelis hakim. Majelis hakim kemudian menanyakan hal yang sama dengan peryantaan jaksa. Lukas Enembe tetap menjawab tidak tahu tentang kepemilikan Hotel Angkasa tersebut.
Dituntut 10 tahun 6 bulan penjara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe dengan pidana 10 tahun 6 bulan kurungan penjara dan denda Rp1 miliar dalam dugaan suap dan gratifikasi. Hal tersebut dibacakan oleh jaksa pada persidangan lanjutan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 13 Agustus 2023.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana 10 tahun penjara 6 bulan dan denda sebesar Rp. 1 miliar subsider dalam kurungan 6 bulan" kata Jaksa Penuntut Umum.
Lebih lanjut, Jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Lukas Enembe untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 47.833.485.350, selambat-lambatnya 1 bulan setelah kasusnya memiliki hukum berkekuatan tetap.
AKHMAD RIYADH
Pilihan Editor: Penasihat Hukum Lukas Enembe Klaim Temukan Fakta Hotel Angkasa Milik Rijatono Lakka