Adapun 117 Kepala Daerah itu di antaranya:
- Provinsi Sumut: Gubernur, 1 Wali Kota, dan 2 Bupati
- Provinsi Aceh: 1 Bupati
- Provinsi Sumatera Barat: 3 Wali Kota
- Provinsi Jambi: 1 Wali Kota dan 1 Bupati
- Provinsi Sumsel: Gubernur, 4 Wali Kota, dan 4 Bupati
- Provinsi Bengkulu: 1 Wali Kota
- Provinsi Lampung: 1 Bupati
- Provinsi Kep. Babel: 1 Wali Kota dan 2 Bupati
- Provinsi Kep. Riau: 1 Wali Kota
- Provinsi Riau: 1 Bupati
- Provinsi Jabar: Gubernur, 5 Wali Kota, dan 7 Bupati
- Provinsi Jateng: Gubernur dan 4 Bupati
- Provinsi Jatim: 2 Wali Kota dan 12 Bupati
- Provinsi Banten: 2 Wali Kota dan 1 Bupati
- Provinsi Bali: Gubernur dan 2 Bupati
- Provinsi NTB: Gubernur, 1 Wali Kota, dan 1 Bupati
- Provinsi NTT: Gubernur dan 3 Bupati
- Provinsi Kalbar: Gubernur, 1 Wali Kota, dan 1 Bupati
- Provinsi Kaltim: Gubernur, 1 Bupati
- Provinsi Kalteng: 1 Wali Kota dan 9 Bupati
- Provinsi Kalsel: 3 Bupati
- Provinsi Sulut: 1 Wali Kota dan 4 Bupati
- Provinsi Sulsel: Gubernur, 2 Wali Kota, dan 4 Bupati
- Provinsi Sultra: Gubernur, 1 Wali Kota, dan 1 Bupati
- Provinsi Gorontalo: 1 Bupati
- Provinsi Sulbar: 1 Bupati
- Provinsi Sulteng: 3 Bupati
- Provinsi Maluku: 1 Wali Kota dan 1 Bupati
- Provinsi Papua: Gubernur
- Provinsi Papua Pegunungan: 2 Bupati
- Provinsi Papua Tengah: 2 Bupati
Sebelumnya, Ombudsman RI atau ORI menyoroti nama-nama calon Penjabat (Pj) kepala daerah di sejumlah provinsi yang diajukan berasal dari prajurit TNI dan polisi aktif. Hal itu disampaikan oleh anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng.
Robert menyampaikan pihak Ombudsman masih menemukan 2 pelanggaran yang terjadi terkait perkembangan yang terjadi di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota yang akan segera berganti kepala daerah, yakni perihal transparansi dan penjabat kepala daerah dari militer dan kepolisian.
"Transparansi informasi dan keterbukaan proses nyaris tidak kelihatan, padahal pengangkatan penjabat kepala daerah bukan pengangkatan pejabat biasa," kata Robert saat konferensi pers seperti disiarkan di YouTube Ombudsman RI, diakses Tempo pada Minggu 13 Agustus 2023.
Soal adanya TNI dan Polri aktif yang diusulkan menjadi penjabat kepala daerah, dia menegaskan itu tidak sejalan dengan Undang-undang nomor 4 tahun 2003.
"Kami masih mencatat ada unsur tentara yang diajukan dari tingkat provinsi, yang ini sesuatu yang justru berjalan berpunggungan, berbeda dari apa yang jadi semangat dari tindakan korektif Ombudsman. Kemudian, juga ada daerah tertentu provinsi, saya tidak akan sebut provinsinya, mengajukan nama berasal dari pihak kepolisian, Polri, yang itu tanpa meminta persetujuan dari Kapolri," kata Robert.
Padahal, kata Robert, penjabat kepala daerah di Provinsi maupun Kabupaten dan Kota merupakan kalangan sipil, kalaupun ada dari unsur TNI maka harus pensiun sementara untuk Polri harus mendapatkan persetujuan dari Kapolri.
"Ini 2 hal ini dari unsur tentara yang masih aktif diusulkan, sementara dari unsur kepolisian tanpa melalui permintaan penugasan dari Kapolri merupakan hal yang dalam pandangan Ombudsman ini tidak konsisten dengan semangat atau substansi atau pesan yang diberikan dari poin kedua dalam tindakan korektif yang sudah kami sampaikan kepada Pemerintah," katanya.
Robert meminta agar Kemendagri membuka nama-nama penjabat kepala daerah yang diusulkan ke publik. Dia meminta itu agar publik bisa mencermati dan memberikan masukan serta penilaian atas nama-nama itu.
Pilihan Editor: Kemendagri Berhentikan 7 Pj Kepala Daerah Karena Terlibat Politik Praktis