TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang kini tengah dibidik Polri dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang. Selain itu, ia juga dilaporkan dalam kasus dugaan penistaan agama.
Bareskrim Polri hari ini memanggil Panji dalam kasus dugaan penistaan agama itu sebagai saksi. Di tengah polemik dan kasus yang menghadangnya, Panji Gumilang menerima Tempo di pesantren Al Zaytun yang megah pada Rabu, 26 Juli 2023.
Berbeda dengan tampilannya di publik yang kerap mengenakan peci dan jas, hari itu, Panji terlihat santai. Ia tak mengenakan peci dan hanya mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna cokelat yang senada dengan celananya.
Mengenakan kacamata berlensa warna lavender, Panji terlihat klimis dengan sisiran rambut ke arah belakang.
Pria yang disapa Syekh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang oleh para penghuni pondok pesantren itu memilih tak menjawab pertanyaan Tempo seputar kasus yang membuatnya harus bolak-balik ke Mabes Polri.
Ia pun mengaku keberatan dengan laporan utama Majalah Tempo edisi 9 Juli 2023 dengan judul, “Saling Silang Panji Gumilang”.
"Kita cerita-cerita, ngobrol saja," kata Panji membuka pembicaraan.
Ia pun bercerita seputar pendirian pesantren tersebut. Menurut Panji, pesantrennya baru beroperasi pada 1 Juli 1999, kemudian baru diresmikan pada Agustus oleh BJ Habibie. Ia membantah kabar yang menyebut pesantren beroperasi sejak 1996.
“Bulan Juli tanggal 1 dimulai operasi pendidikan. Kemudian Pak Habibie meresmikan,” kata Panji Gumilang.
Pria yang kerap dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia atau NII KW 9 itu berkisah tentang awal berdirinya Gedung Abu Bakar. Ini adalah gedung pertama yang dibangun di kompleks pesantren seluas 1.200 hektare di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu tersebut.
“1994 itu baru mencangkul untuk membuat pondasi gedung Abu Bakar. Gali pondasinya saja satu tahun karena manual. Begitu jin datang, baru naik cepat. Yang bangun jin,” kata Panji Gumilang berkelakar saat ditemui Tempo, Rabu, 26 Juli 2023.
Lulusan Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur ini pun mengaku kagum dengan adat Betawi setelah ia tinggal lama di Ciputat pada 1960-an. Menurutnya, ia mulai terbiasa mengucap Assalamualaikum setiap masuk rumah dan bersapa orang di jalan.
“Enggak ada orang kampung masuk rumah itu Assalamualaikum. Begitu saya tinggal di Betawi dan pulang kampung, di rumah Assalamualaikum, ketemu di jalan Assalamualaikum,” kata Panji Gumilang.
Selanjutnya, Bagaimana suasana di Al Zaytun?