Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Maraknya Represifitas Aparat, Tim Advokasi Untuk Demokrasi Serukan Penegakan Hukum yang Lebih Inklusif

image-gnews
Polisi menangkap seorang mahasiswa saat ratusan mahasiswa dari elemen mahasiswa gabungan menggelar demonstrasi Sembilan Tahun Pemerintahan Jokowi, di kawasan Patung Kuda, Monas, Jumat 20 Oktober 2023. Aksi ini bertepatan dengan momentum 9 tahun Jokowi menjabat sebagai Presiden. Mahasiswa berpandangan bahwa Jokowi telah mengkhianati reformasi. Terbukti dari berbagai kemunduran dan kebobrokan dari segi Hukum, HAM, Komersialisasi Pendidikan, Represifitas Aparat, Konflik Agraria, dan Investasi Yang Membelakangi hak-hak rakyat. TEMPO/Subekti.
Polisi menangkap seorang mahasiswa saat ratusan mahasiswa dari elemen mahasiswa gabungan menggelar demonstrasi Sembilan Tahun Pemerintahan Jokowi, di kawasan Patung Kuda, Monas, Jumat 20 Oktober 2023. Aksi ini bertepatan dengan momentum 9 tahun Jokowi menjabat sebagai Presiden. Mahasiswa berpandangan bahwa Jokowi telah mengkhianati reformasi. Terbukti dari berbagai kemunduran dan kebobrokan dari segi Hukum, HAM, Komersialisasi Pendidikan, Represifitas Aparat, Konflik Agraria, dan Investasi Yang Membelakangi hak-hak rakyat. TEMPO/Subekti.
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), yang merupakan gabungan dari beberapa lembaga masyarakat sipil, menyelenggarakan diskusi publik pada Kamis, 19 September 2024. Diskusi itu bertujuan memberikan pembaruan terkait pendampingan dan pemantauan terhadap tindakan kekerasan serta brutalitas aparat keamanan selama pengamanan aksi demonstrasi #KawalPutusanMK dan #PanggilanDarurat.

Sikutip dari laman KontraS, diskusi ini diadakan untuk menyoroti berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi, serta untuk memperkuat seruan atas penegakan hukum yang adil dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam situasi yang semakin kritis di Indonesia.

Latar belakang dari aksi demonstrasi yang terjadi antara 22 hingga 26 Agustus 2024 adalah keputusan kontroversial yang diambil oleh pemerintah dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR). Pada 21 Agustus 2024, mereka berupaya menganulir dua Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan sehari sebelumnya, yakni Putusan No. 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan No. 70/PUU-XXII/2024.

Masyarakat luas melihat upaya tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Dalam konteks Putusan No. 60, MK memutuskan bahwa partai politik atau gabungan partai politik bisa mencalonkan pasangan calon kepala daerah meski tanpa memiliki kursi di DPRD, sementara Putusan No. 70 menolak perubahan terkait batasan usia kandidat kepala daerah, yakni tetap minimal 30 tahun.

Sebagai tanggapan, bukannya memasukkan substansi dari putusan MK ini ke dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), pemerintah dan Baleg DPR malah memperkenalkan pasal-pasal baru yang tidak sesuai dengan putusan MK. Tindakan ini dianggap sebagai manuver politik untuk mengamankan kekuasaan Presiden Joko Widodo dan koalisi partai pendukungnya, terutama dalam memperkuat kendali mereka di tingkat pemerintahan daerah serta melanjutkan kekuasaan politik dinasti keluarga Jokowi.

Aksi unjuk rasa pun meletus di berbagai wilayah di Indonesia pada 22 Agustus 2024, dengan berbagai kelompok masyarakat turun ke jalan untuk menyampaikan protes mereka. Berdasarkan catatan dari Lembaga Bantuan Hukum-Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH-YLBHI), setidaknya 44 titik di berbagai daerah menggelar aksi demonstrasi. Sayangnya, respon negara terhadap aksi tersebut sangat represif.

Aparat TNI/Polri bertindak secara berlebihan, menunjukkan tingkat kekerasan yang mengkhawatirkan terhadap para demonstran. Penggunaan kekuatan yang berlebihan, penyiksaan, hingga penangkapan sewenang-wenang menjadi praktik umum selama pengamanan aksi tersebut.

Melalui pemantauan yang dilakukan oleh media serta laporan dari hotline Pusat Data Kekerasan Nasional (PDKN), ditemukan berbagai bukti kekerasan aparat keamanan yang terjadi di 13 kota/kabupaten, di antaranya Aceh, Bandung, Banjarmasin, Jakarta, Kediri, Makassar, Palu, Pekanbaru, Purwokerto, Samarinda, Semarang, Mataram, dan Tarakan. Dari berbagai peristiwa tersebut, tercatat 254 orang mengalami luka-luka, sementara 380 orang ditangkap secara sewenang-wenang. Kepolisian menjadi aktor utama dalam insiden kekerasan ini, dengan 13 peristiwa kekerasan yang didokumentasikan melibatkan anggota kepolisian.

Lebih lanjut, TAUD mendokumentasikan berbagai bentuk kekerasan melalui foto dan video yang diunggah oleh massa aksi di media sosial, serta laporan dari PDKN. Setidaknya 135 dokumentasi foto dan video kekerasan aparat di 13 kota/kabupaten berhasil dikumpulkan, selain 33 dokumentasi tambahan dari 11 pelapor ke PDKN. Melalui dokumentasi ini, ditemukan pola-pola kekerasan yang berulang, antara lain:

Penangkapan Disertai Kekerasan

Aparat Polri dan TNI melakukan penangkapan sewenang-wenang terhadap demonstran dengan disertai kekerasan fisik, termasuk memukul, menendang, menyeret, dan bahkan menggunakan peralatan seperti baton dan perisai. Contoh kekerasan ini terjadi di Kediri dan Samarinda, di mana aparat kepolisian tampak memukuli demonstran saat melakukan penangkapan.

Beberapa diantaranya adalah tindakan penyiksaan, penggunaan gas air mata, penghilangan paksa berjangka singkat, serangan digital, dan penghilangan akses bantuan hukum.

Selain itu, TAUD mencatat bahwa kekerasan serupa tidak hanya terjadi selama aksi #KawalPutusanMK, tetapi juga dalam peristiwa lain seperti aksi "Reformasi Dikorupsi" pada 2019 dan penolakan Omnibus Law pada 2020. Kurangnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dan abainya negara dalam melindungi HAM telah menyebabkan berulangnya kekerasan tersebut dan melanggengkan budaya impunitas di Indonesia.

Berdasarkan temuan ini, TAUD mendesak beberapa langkah mendesak, di antaranya:

1. Pemerintah dan Parlemen segera menghentikan manuver politik yang membahayakan konstitusi dan kepentingan rakyat.

2. Evaluasi menyeluruh terhadap Polri dan keterlibatan TNI dalam pelanggaran HAM selama pengamanan demonstrasi.

3. Proses hukum internal di tubuh Polri untuk mengusut tuntas pelanggaran dan memberikan sanksi kepada anggota yang terbukti bersalah.

4. Ivestigasi independen oleh Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman guna memberikan rekomendasi kebijakan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

MICHELLE GABRIELA  | AMELIA RAHIMA SARI 

Pilihan Editor: Dua Jurnalis Tempo Jadi Korban Represif Aparat Saat Meliput Demo Kawal Putusan MK

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Konflik Kartel Narkoba di Meksiko Menewaskan 53 Orang dan 51 Hilang

2 jam lalu

Paket-paket dipajang setelah Angkatan Laut Meksiko menyita 7,2 ton narkoba yang dicegat selama operasi di Samudra Pasifik di lepas pantai Manzanillo, Meksiko, 23 Agustus 2024. Mexican Navy/Handout via REUTERS
Konflik Kartel Narkoba di Meksiko Menewaskan 53 Orang dan 51 Hilang

Kekerasan sudah terjadi sejak Juli 2024 ketika salah satu ketua bandar narkoba kartel Sinaloa Ismael Zambada ditahan.


Pasca-Pembebasan Pilot Susi Air, Jokowi: Setiap Kegiatan di Papua Harus Didampingi TNI-Polri

6 jam lalu

Presiden Joko Widodo ditemui di Istana Merdeka Jakarta, 21 September 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Pasca-Pembebasan Pilot Susi Air, Jokowi: Setiap Kegiatan di Papua Harus Didampingi TNI-Polri

Pascapembebasan Pilot Susi Air, Jokowi mengatakan bahwa dirinya selalu menekankan setiap kegiatan di Papua harus didampingi oleh aparat keamanan.


Komnas HAM Sebut Aktivitas PT MEG di Pulau Rempang Ilegal

1 hari lalu

Tangkapan layar aksi intimidasi yang dilakukan petugas PT MEG terhadap warga Rempang, Rabu, 18 September 2024. Istimewa
Komnas HAM Sebut Aktivitas PT MEG di Pulau Rempang Ilegal

Komnas HAM menyoroti terjadinya kembali intimidasi dan kekerasan oleh petugas PT MEG terhadap warga Rempang yang menolak PSN Rempang Eco City.


Eks Penyidik Mabes Polri Daftar Calon Dewas KPK, Panelis Ungkit Kasus Firli Bahuri Sesama Polisi

1 hari lalu

Suasana tes wawancara untuk menjadi pimpinan KPK. Tes berlangsung di Gedung 3 Kementerian Sekretariat Negara, Selasa, 17 September 2024. Sumber: Istimewa
Eks Penyidik Mabes Polri Daftar Calon Dewas KPK, Panelis Ungkit Kasus Firli Bahuri Sesama Polisi

Guru Besar Fakultas Hukum USU, Ningrum Natasya Sirait, menyinggung terkait latar belakang calon dewas KPK Iskandar sebagai polisi.


Polres Jakarta Pusat Belum Bisa Tetapkan Bos Brandoville Studios Cherry Lai Sebagai Tersangka

1 hari lalu

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus saat menyampaikan lanjutan penyelidikan kasus kekerasan di lingkungan Brandoville Studios di Polres Metro Jakarta Pusat, Selasa, 17 September 2024. TEMPO/Dinda Shabrina
Polres Jakarta Pusat Belum Bisa Tetapkan Bos Brandoville Studios Cherry Lai Sebagai Tersangka

Pemilik Brandoville Studios, Cherry Lai, seorang WN Cina, diketahui sudah tidak berada di Indonesia


Mahasiswa Unimal Mengaku Diinjak, Polres Banda Aceh Bantah Lakukan Kekerasan

1 hari lalu

Polresta Banda Aceh saat melaksanakan konferensi pers terkait penangkapan mahasiswa yang melakukan aksi di DPR Aceh, di Banda Aceh, Jumat, 30 Agustus 2024: Foto: ANTARA/Rahmat Fajri
Mahasiswa Unimal Mengaku Diinjak, Polres Banda Aceh Bantah Lakukan Kekerasan

Polres Banda Aceh membantah tuduhan melakukan kekerasan saat memeriksa mahasiswa Universitas Malikussaleh terkait aksi Kawal Putusan MK


Mengingat Pemberontakan PKI Madiun 76 Tahun Lalu, Soe Hok Gie Pernah Menuliskannya

1 hari lalu

Petugas mengecat Monumen Korban Keganasan PKI Tahun 1948 di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. TEMPO/Ishomuddin
Mengingat Pemberontakan PKI Madiun 76 Tahun Lalu, Soe Hok Gie Pernah Menuliskannya

Pemberontakan PKI-Musso di Madiun, pada pagi hari 18 September 1948, pasukan komunis berhasil menguasai Madiun. Soe Hok Gie pernah menuliskannya.


Saran Psikolog jika Anak Jadi Pelaku Perundungan

1 hari lalu

Ilustrasi perundungan. Sumber: www.dailymail.co.uk
Saran Psikolog jika Anak Jadi Pelaku Perundungan

Psikolog menyebut sejumlah langkah yang perlu dilakukan orang tua jika anak jadi pelaku perundungan, harus segera ditindak dan penanganan yang tepat.


TNI Bantah Lakukan Operasi Militer di Nduga untuk Bebaskan Pilot Susi Air yang Disandera OPM

1 hari lalu

TPNPB OPM bersama Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens yang menjadi sandera setahun terakhir. Dokumentasi TPNPB OPM
TNI Bantah Lakukan Operasi Militer di Nduga untuk Bebaskan Pilot Susi Air yang Disandera OPM

Kapuspen TNI, Mayor Jenderal Hariyanto membantah klaim Organisasi Papua Merdeka (OPM) ihwal operasi militer TNI-Polri untuk bebaskan pilot Susi Air,


OPM Klaim Ada Operasi Militer Indonesia untuk Bebaskan Pilot Susi Air

1 hari lalu

TPNPB OPM merilis foto dan video kondisi terbaru Pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens pada Rabu, 7 Februari 2024. Foto dan video itu dirilis tepat setahun sejak mereka menyadera sang pilot. Dok. TPNPB OPM
OPM Klaim Ada Operasi Militer Indonesia untuk Bebaskan Pilot Susi Air

Sebby Sambom mengklaim adanya upaya operasi militer yang dilakukan oleh TNI untuk membebaskan pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens