TEMPO Interaktif, Denpasar: Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat dari tujuh negara Asia mendesak Jepang untuk menghentikan upayanya memanfaatkan Asian Development Bank demi keuntungan mereka sendiri. Hal itu dinilai telah menyebabkan multi krisis dan meningkatkan jumlah orang miskin di Asia.
Pernyataan itu disampaikan sebagai hasil kesimpulan pertemuan Asian People’s Movement Against (APMA) Asian Development Bank Summit, 2-3 Mei di Denpasar. “Keputusan ADB sangat dipengaruhi Jepang lalu keuntungan diambil lewat oleh pemerintah, kooporasi dan konsultan mereka,” tegas Agung Wardhana, juru bicara kelompok aktifis ini, Minggu (3/5).
Jepang adalah negara terbesar kedua pemilik saham Asian Development Bank yang memiliki kuota suara sebesar 12,75% dari total anggota Asian Development Bank, dan 19,6% total anggota di regional Asia Pasifik. Lebih 40 tahun mereka mendapat keuntungan dari proyek-proyek yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan melanggar Hak Azasi Manusia. Khususnya di sektor infrastruktur, energi dan sumber daya alam.
Dalam pertemuan Asian Development Bank di Bali, Jepang akan kembali paling diuntungkan. Sebab, Asian Development Bank tengah mengajukan proposal mitigasi perubahan iklim dengan mengajukan penawaran membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. “Padahal, PLTN sangat berbahaya bagi lingkungan, sosial, ekonomi dan akan membuat Indonesia kembali bergantung pada korporasi dan negara-negara pemilik teknologi PLTN,“ sebut Agung.
Asian Development Bank juga menawarkan teknologi carbon capture and storage, yang direncanakan diterapkan di Indonesia pada 2020. Teknologi ini menangkap emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik seperti batu bara dan mengirimnya ke tempat penyimpanan limbah karbon. CCS akan berdampak buruk bagi lingkungan karena membutuhkan air 90% lebih banyak dibanding pembangkit tradisionil.
Aktifis menegaskan, krisis keuangan global tidak dapat menjadi alasan memperkuat peran-peran Asian Development Bank di tingkat regional, salah satunya dengan memberi tambahan modal bagi Asian Development Bank, dari USD 55 miliar menjadi USD165 miliar. Harusnya, krisis kapitalisme global menjadi momentum melakukan koreksi total terhadap peran-peran lembaga keuangan seperti Asian Development Bank. “Jepang harus bertanggung jawab atas proyek-proyek utang yang gagal dan menyebabkan kurban sosial dan ekonomi serta menimbulkan kerusakan ekologi,” tandasnya.
ROFIQI HASAN