TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Denny Indrayana menanggapi soal rencana Mahkamah Konstitusi (MK) melaporkan dirinya kepada organisasi advokat karena telah mencuit soal bocoran putusan gugatan sistem Pemilu 2024. "Soal MK yang menyikapi unggahan saya dengan berikirim surat kepada organisasi advokat adalah pilihan yang menarik dan bijak," kata Denny melalui keterangan resminya, Kamis 15 Juni 2023.
Denny mengapresiasi langkah MK karena tidak menggunakan jalur pidana atas pernyataannya tersebut, yang artinya memberikan ruang terhadap kebebasan berpendapat dan menyampaikan pikiran.
"Tentu saya akan menyampaikan pandangan, bahwa apa yang saya lakukan sebenarnya adalah dalam peran saya selaku akademisi, Guru Besar Hukum Tata Negara, yang menurut UU Guru dan Dosen mempunyai kewajiban menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat,” kata Denny.
Denny beralasan mengunggah pernyataan tersebut karena menurutnya sistem penegakan hukum di Indonesia yang masih belum ideal, masih banyak praktik mafia hukum, maka kontrol publik justru diperlukan untuk mengawal kinerja hakim kita agar menghadirkan keadilan.
"Salah satunya lewat kampanye publik (public campaign) dan kampanye media (media campaign), yang dalam kasus ini semoga terbukti efektif melahirkan keadilan dan menguatkan daulat rakyat," kata Denny.
Sebelumnya, Denny Indrayana mengklaim telah mendapatkan informasi bahwa MK akan mengabulkan gugatan proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Melalui akun twitter pribadinya pada Minggu 28 Mei 2023, Denny menyebut akan ada 6 hakim yang menyatakan setuju, dan 3 hakim menyatakan berbeda pendapat atau dissenting opinion dalam putusan tersebut.
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengatakan pernyataan Denny salah. "Perlu diketahui, sidang yang dimulai 23 November 2022 baru berakhir faktual sidangnya tanggal 23 Mei 2023. Dan kami (hakim) baru mulai membahas perkara ini 5 Juni 2023," kata Saldi saat konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Kamis 15 Juni 2023.
"Pembahasan intens baru kami laksanakan 7 Juni 2023, hari itulah baru diputuskan posisi masing-masing hakim," imbuh Saldi.
Saldi berujar soal posisi hakim yang disebutkan dalam cuitan Denny yang dinyatakan enam hakim setuju proporsional tertutup dan tiga berbeda pendapat (dissenting opinion). Sementara dalam kenyataannya, hakim yang memutus perkara ini dan tertuant dalam surat putusan hanyalah delapan karena satu hakim berhalangan hadir.
Dari delapan itu, hanya satu yang dissenting opinion. "Kalau dalam unggahan (Denny) itu posisi hakimnya 6:3 tidak benar. Sekarang posisi 7:1 karena hanya diikuti 8 hakim konstitusi," kata Saldi.
Atas kesalahan itu, kata Saldi, cuitan Denny Indrayana dianggap menjatuhkan citra Mahkamah Konstitusi dan akan melaporkannya ke lembaga advokat tempat Denny bernaung. "Agar ini bisa menjadi pembelajaran kita semua, kami akan melaporkan Denny Indrayana ke organisasi advokat yang dia berada," kata Saldi.
Saldi mengatakan, dokumen pelaporannya sedang dipersiapkan, kemungkinan pekan depan akan dilayangkan. "Kami juga sedang bersurat ke Australia karena beliau (Denny Indrayana) juga terdaftar sebagai advokat di sana," kata Saldi.
Saldi melanjutkan, soal pelaporan ke polisi, dirinya tidak memperimbangkan hal tersebut. Namun, jika pihak kepolisian melihat adanya unsur pidana, maka dipersilakan untuk memprosesnya. "Perlu enggak kami melaporkan ke polisi. Biarkan polisi yang bekerja, toh kami dengar sudah ada yang melaporkan. Kalau ini dianggap serius oleh polisi dan itu ditangani prinsip-prinsip penegakan hukum yang objektif," kata Saldi.
Saldi menjelaskan, alasan dirinya melaporkan Denny Indrayana karena cuitan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) tersebut salah dan menimbulkan opini negatif yang terbentuk di publik soal institusi MK.
Pilihan Editor: MK Bakal Laporkan Denny Indrayana ke Soal Cuitan Bocoran Putusan Sistem Pemilu 2024