TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewanti-wanti DPR untuk berhati-hati terhadap munculnya conflict of interest (COI) atau konflik kepentingan. Pernyataan tersebut disampaikan atas kabar DPR yang meminta 80 kursi pesawat kelas bisnis untuk pergi haji.
"KPK mengimbau kepada pihak-pihak terkait untuk memastikan kembali agar permintaan tersebut tidak ada unsur konflik kepentingan ataupun gratifikasi fasilitas khusus bagi para pejabat publik ataupun penyelenggara negara," kata juru bicara KPK Ali Fikri, Kamis, 15 Juni 2023.
Permintaan kursi dari anggota DPR itu pertama kali diungkap Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra. Irfan mengatakan ditelepon Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar untuk menyiapkan 80 kursi kelas bisnis.
"Tadi, kemarin kami dihubungi Sekjen DPR untuk memastikan ada sekitar tambahan 80 anggota DPR untuk bisa berangkat haji," ujar Irfan dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI DPR, pada Selasa, 13 Juni 2023.
Indra Iskandar menjelaskan alasan permintaan tersebut. Dia mengatakan bahwa permintaan kursi itu terkait fungsi pengawasan di DPR dalam pelaksanaan ibadah Haji.
Ali Fikri menyinggung soal potensi gratifikasi terkait permintaan tersebut. Dia mengatakan pemberian gratifikasi dapat memicu konflik kepentingan yang bisa mempengaruhi kinerja, pengambilan kebijakan dan pelayanan publik. "Jika hal ini terjadi maka pihak yang paling dirugikan tentunya adalah masyarakat," kata dia.
KPK mengingatkan pentingnya melakukan mitigasi korupsi sejak dini, salah satunya pengendalian gratifikasi pada momentum Ibadah Haji. Ali bilang daftar antrean keberangkatan haji yang lama bisa membuat kesempatan seperti ini disalahgunakan dengan cara-cara yang melanggar ketentuan dan prosedur.
Ali mengatakan Undang-Undang Nokor 20 Tahun 2021 tentang pemberantasan korupsi menjelaskan, gratifikasi diartikan sebagai pemberian uang, barang, diskon, komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Pasal 12B UU tersebut menyebutkan gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Ali mengingatkan bahwa pada 2019, KPK pernah mengkaji titik rawan korupsi dalam penyelenggaran haji di Indonesia. Modus yang biasa terjadi adalah markup biaya akomodasi, penginapan, konsumsi, dan pengawasan haji. KPK telah memberikan rekomendasi kepada Badan Penyelenggara Keuangan Haji (BPKH) untuk melakukan perbaikan agar titik rawan korupsi bisa ditutup.
Pilihan Editor: Ganjar Pranowo dan Hasto PDIP Ungkap Warna Partai yang Bakal Merapat ke PDIP