TEMPO.CO, Magelang - Ribuan umat Buddha dipastikan akan menghadiri perayaan Hari Raya Waisak 2023 di pelataran Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Ahad mendatang, 4 Juni 2023.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada ribuan umat Buddha dari seluruh penjuru dunia khususnya para Biksu Thudong yang telah melakukan perjalanan panjang dari Thailand - Malaysia-Singapura-Indonesia," kata Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Hartati Murdaya, di Magelang, Jawa Tengah, seperti dikutip dari Tempo, Kamis, 1 Juni 2023.
Sebelumnya, sejumlah Biksu dari negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura yang melakukan ritual Thudong telah tiba di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Selain melakukan ritual Thudong, para Biksu juga melakukan Pindapata dan Nyingma Monlam. Apa sebenarnya makna Thudong, Pindapata dan Nyingma Monlam?
Thudong
Sebelumnya diwartakan, sebanyak 32 Biksu dari Malaysia, Thailand dan Singapura telah melakukan ritual Tudhong atau berjalan ribuan kilometer dari Thailand menuju Candi Borobudur, Indonesia.
Rombongan Biksu memulai perjalanan pada 23 Maret 2023 dari Nakhon Si Thammarat, Thailand melewati Malaysia, Singapura dan tiba Batam pada 8 Mei 2023. Perjalanan dilanjutkan hingga sampai di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Para biksu Thudong kemudian naik ke Candi Borobudur untuk melakukan meditasi sekaligus ritual Pradaksina. Pradaksina adalah kegiatan sebagai bentuk penghormatan dengan mengelilingi sebuah candi sebanyak tiga kali.
Seperti dikutip Tempo, Jumat, 12 Mei 2023, Biksu Dhammavuddho menjelaskan bahwa Thudong merupakan tradisi berjalan yang sudah berlangsung sejak dahulu. Pada zaman Buddha, belum ada vihara atau tempat tinggal para Biksu sehingga oleh sang Buddha para Biksu diberi kesempatan tinggal di hutan, gunung, atau gua.
“Jadi dalam setahun, mereka akan berjalan seperti ini selama empat bulan untuk melaksanakan tradisi ini,” kata Dhammavuddho.
Dalam perjalanan religi itu, para Biksu atau Bhante akan belajar mengenai kesabaran seperti yang diajarkan Buddha. “Meraka terkena panas, hujan, dan ini juga makan satu hari satu kali dan minuman seadanya,” kata Dhammadvuddho. Perjalanan religi itu, kata Dhammadvuddho, juga bertujuan untuk membangun persaudaraan dan menyebarkan kedamaian.
Selanjutnya: Pindapata