Sementara itu, Peneliti di Departemen Politik dan Perubahan Sosial, Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Dominique Nicky Fahrizal, mengkritik adanya perluasan jabatan sipil untuk prajurit aktif TNI, yang muncul dalam usulan revisi UU TNI. Revisi UU TNI kini menuai polemik karena beberapa usulan perubahan pasal dianggap membangkitkan konsep Dwifungsi ABRI.
"Kalau diperluas seperti itu kurang lebih akan merusak tatanan penyelenggaraan pemerintahan sipil," kata Nicky saat dihubungi, Selasa, 16 Mei 2023.
Seharusnya, kata Nicky, prajurit aktif hanya bisa menduduki jabatan sipil yang terkait atau tidak terkait langsung dengan militer. Contohnya yaitu di Badan SAR Nasional yang membutuhkan keahlian prajurit TNI. Contoh lain yaitu riset pemetaan bawah laut.
"TNI Angkatan Laut juga memiliki fasilitas itu, untuk pemetaan bawah laut. Jadi harus terkait langsung atau tidak langsung," kata Nicky. Sehingga, perluasan jabatan sipil untuk militer menang tidak boleh merembet kemana-mana.
Kalaupun alasannya karena banyak prajurit aktif yang harus diberi jabatan, maka yang dibutuhkan TNI adalah revisi desain organisasi. Bahwa, kata Nicky, desain organisasi saat ini sudah tidak bisa lagi mengakomodasi personel TNI. Tujuannya agar prajurit aktif tidak melebar tugasnya ke wilayah aparatur sipil negara
Menurut Nicky, jabatan di sipil pun membutuhkan standar kompetensi dan spesialisasi keahlian tertentu. Sehingga tidak bisa serta merta prajurit militer digeser ke kementerian lembaga.
Nicky juga menyebut organisasi sipil punya orientasi pelayanan publik yang sama sekali berbeda dengan tugas militer untuk menjaga pertahanan. "Satu men-deliver pelayanan publik yang optimal, satu menjaga pertahanan, jadi kalau harus pindah ke ekosistem yang bergerak di layanan publik, ini harus bisa masuk di alam pikir perwira aktif," kata Nicky.
Pilihan Editor: Jokowi Enggan Tanggapi Polemik Revisi UU TNI: Baru Pembahasan