TEMPO.CO, Bandung - Anas Urbaningrum, sedianya menuju Blitar, Jawa Timur, setelah dia bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, hari ini Selasa 11 April 2023. Anas mendapat haknya Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Beberapa hari sebelum keluar penjara, Ayu Cipta dari Tempo berkesempatan berbincang santai dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat di Lapas Sukamiskin Bandung Jawa Barat. Selama 49 menit percakapan diselingi gelak tawa dan humor segar. Sesekali Anas Urbaningrum mengatur posisi kacamatanya dan mengelus lengannya. Berikut petikannya:
Tempo (T): Rasanya belum lengkap kalau bertemu Anda tidak ngobrolin politik?
Anas Urbaningrum (A): Nanti, Insyaallah. Belum ke sana. Mau lihat dulu aspal di luar masih hitam atau tidak. (Anas tertawa).
T: Status hak politik Anda dicabut?
A: Yang dimaksud hak politik dicabut itu hak untuk dipilih sebagai pejabat publik. Tapi kalau hak berserikat, berkumpul dijamin konstitusi.
T: Tahun 2024 hak politik Anda masih dicabut?
A: Ya hak politik dicabut, sampai tahun 2024 masih.
T: Pandangan Anda tentang isu politik di luar ?
A: Belum ada (Anas mengikuti berita perpolitikan di luar dari televisi yang disediakan Lapas). Politik nanti, insyaallah
T: Oh ya tentang baliho bergambar Anda berkemeja batik coklat di Cikeas dengan tulisan 'Tunggu Beta Balik!' Bagaimana?
A: Saya baru tahu beberapa hari setelah itu. Katanya orang ini simpatik dan menyambut saya. Sebetulnya bukan iseng, ya wujud kegembiraan.
T: Simpatisan?
A: Bukan. Kalau simpatisan, itu konteksnya politis. Dia itu baca berita kemungkinan saya akan keluar April. Kemudian inisiatif (memasang baliho) ya wujud kegembiraan. Setelah saya tahu orangnya, saya tanya kata teman ya ingin ikut gembira.
T: Kok di Cikeas?
A: Rumahnya deket situ, katanya itu spot punya temannya. (Cikeas identik dengan kediaman Susilo Bambang Yudhoyono Presiden RI 2004 – 2014, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat)
T: Jadi hanya kebetulan-kebetulan semata ya kemudian dikaitkan dengan politik?
A: Penjelasan dia begitu. Terus konteksnya perlu dilepas nanti gak bagus. Yang penting tahu konteksnya, saya bilang ke teman saya yang ketemu dia (pemasang baliho) dibaca kalimatnya pas kalau dipasang di Ambon atau Ternate. Kalau di situ semestinya pakai bahasa Sunda.
T: Apa cek ombak ?
A: ( Anas tertawa) Ada-ada saja ya begitu, ingin ikut gembira.
T: Bagaimana dengan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN)?
A: Itu teman-teman (yang mendirikan). Sebagai ikhtiar untuk merintis kendaraan baru. Saya mendukung dari jauh. Setidaknya mendoakan.
T: Kalau disiapkan jabatan strategis di PKN?
A: Saya cek aspal dulu masih hitam tidak. (Lagi-lagi Anas menyebut mau cek aspal dulu sebagai analogi kondisi di luar penjara)
T: Kalau ternyata di luar, aspal tak lagi hitam karena sudah ganti beton cor?
A: Itu hal serius nantilah kalau sudah di luar ngobrol-ngobrol sama teman-teman. Harus, gak boleh buru-buru. Ngobrol dulu. Karena di dalam dan di luar beda. Saya butuh penyesuaian dan adaptasi. Ibarat kuliah dari eksakta mau masuk pasca sarjana ilmu sosial kan butuh matrikulasi, perlu semacam matrikulasi biar enggak kaget dengan pelajaran baru. Atmosfer baru. Pasti berbeda. Taruhlah sampeyan saya siapkan kamar hotel di Bandung. Dua minggu saja sampeyan dilarang keluar, semuanya disediakan makanan dikirim. (Anas tertawa).
T: Wah gak kebayang, apalagi hotel prodeo?
A: Nah dengan gambaran itu butuh waktu adaptasi.