Kilas Balik Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa paling kelam dalam sejarah sepakbola Indonesia yang menelan hingga 135 korban jiwa usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Tragedi ini juga menempati peringkat 2 peristiwa sepakbola paling mematikan di dunia di bawah Tragedi Estagio Nacional.
Berdasarkan laporan hasil investigasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF tragedi kanjuruhan terjadi karena penyelenggara liga sepak bola nasional yang tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, serta saling melempar tanggungjawab pada pihak lain.
Tembakan gas air mata oleh aparat keamanan untuk menghalau massa/suporter menjadi penyebab awal timbulnya kericuhan dan kepanikan hingga membuat ratusan nyawa meregang. Selain itu, tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil untuk tragedi Kanjuruhan menemukan fakta bahwa penembakan gas air mata juga dilakukan polisi di luar lapangan. Penembakan di luar stadion dinilai memperparah kondisi para Aremania.
Tindakan itu diketahui tidak sesuai aturan FIFA yang tertuang dalam Pasal 19 huruf b FIFA tentang Stadium Safety and Security Regulation. Dalam aturan itu disebutkan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang keras dibawa masuk ke dalam stadion apalagi digunakan untuk mengendalikan massa.
Lebih lanjut, tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil juga menerima laporan dari penyintas tragedi Kanjuruhan terkait adanya intimidasi pasca peristiwa tersebut. Para korban selamat mendapat ancaman melalui sarana komunikasi maupun secara langsung usai kejadian.
Peristiwa ini memicu reaksi keras dari masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Namun, pihak penyelenggara justru saling lempar tanggung jawab. Berdasarkan catatan Tempo, PSSI diketahui menyalahkan panitia pelaksana (panpel) atas kesimpangsiuran data penonton yang disebut melebihi batas yang ditentukan.
Sementara itu, panpel Arema FC menyorot tim pengamanan yang lalai dalam menangani suporter. Pada sisi lain, tim pengamanan menilai tragedi kanjuruhan dipicu oleh aksi anarkis suporter terhadap pemain dan ofisial.
PT Liga Indonesia Baru atau PT LIB selaku operator sempat dituding tak menghiraukan rekomendasi polisi agar pertandingan digelar pada sore hari. Menanggapi itu, PT LIB berdalih bahwa keputusan kick-off di malam hari mengikuti keinginan Indosiar selaku pemegang hak siar. Pihak indosiar pun menjawab bahwa mereka hanya mengikuti jadwal yang disusun PT LIB.
Pilihan Editor: Sidang Tragedi Kanjuruhan, Eks Kasat Samapta Polres Malang Divonid Bebas
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.