TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Bali, Putu Agus Eka Sabana mengatakan Rektor Universitas Udayana (Unud) Bali I Nyoman Gde Antara memungut dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebelum calon mahasiswa dinyatakan diterima di kampus tersebut.
Putu mengatakan calon mahasiswa baru yang ingin mendaftar melalui jalur mandiri harus melakukan registrasi lewat aplikasi yang dibuat kampus. Namun, ucap Putu, ketika melakukan pendaftaran, calon mahasiswa seperti dipaksa untuk memilih dalam nominal tertentu besaran dana SPI yang akan dibayarkan. Jika pembayaran belum dilakukan, calon peserta tidak bisa melanjutkan registrasi untuk mendapatkan nomor calon peserta ujian mandiri.
“Kalau belum membayar dan belum upload bukti pembayaran, calon mahasiswa tidak bisa ke halaman aplikasi selanjutnya untuk bisa dapat nomor calon peserta,” ujarnya kepada Tempo pada Rabu, 15 Maret 2023.
Dia mencontohkan ada calon mahasiswa program studi Kedokteran diminta mengisi besaran dana SPI dalam nominal tertentu. Ketika mengklik besaran nominal yang rendah, laman aplikasi tidak mau berubah ke tahap selanjutnya. Namun, ketika mengklik besaran dengan nominal besar, laman baru berubah ke pembayaran.
“Contoh kasarnya, misal ada mahasiswa Kedokteran, katakan ada range dari Rp 10- 100 juta, kalau mau klik Rp 10 juta enggak aktif tidak mau berubah, tapi ketika klik Rp 50 juta misalnya, baru berubah halaman berikutnya, lalu diminta bayar dan upload verifikasi pembayaran, baru bisa dapat nomor calon peserta,” ujarnya.
SPI tak memiliki dasar hukum
Putu menjelaskan hal itu terjadi pada program studi tertentu dan dalam periode tertentu pada 2018-2022. Besaran sumbangan bervariasi setiap fakultas. Putu menyebut ada program studi yang memang sumbangannya nol, namun bisa lolos menjadi mahasiswa.
“Tapi faktanya ada prodi-prodi tertentu yang nilainya tinggi. Fakultas tertentu di tahun tertentu,” kata dia.
Menurut Putu, pungutan tersebut tak memiliki dasar hukum dan dikenakan pasal 12 e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut memuat tentang penyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
“Jadi seseorang yang mau jadi calon mahasiswa itu seperti dipaksa untuk memilih dan membayar dalam besaran tertentu,” ujarnya.
Pengaturan kuota mahasiswa disebut tak sesuai aturan
Selain itu, Putu menemukan fakta proses seleksi jalur mandiri dibuka di awal sebelum penerimaan mahasiswa baru jalur prestasi dan ujian nasional. Hal itu, kata dia, berujung pada pengaturan kuota yang tak seusai aturan.
“Ada fakultas yang 100 persen mahasiswanya berasal dari jalur mandiri. Kan batas maksimal standar yang diperbolehkan jalur mandiri itu kalau enggak salah 30 persen,” ujarnya.
Adapun dalam aturan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi Negeri, disebutkan daya tampung mahasiswa seleksi secara mandiri oleh PTN untuk setiap program studi selain PTN badan hukum ditetapkan paling banyak 30 persen.
Putu menyebut hal itu terjadi dalam periode tertentu dalam rentang 2018-2022. Fakta-fakta tersebut, kata Putu, berdasarkan berkas perkara tiga tersangka sebelumnya, IKB, IMY dan NPS.
“Mereka menyatakan itu atas perintah ketua panitia penerimaan mahasiswa baru,” ujarnya.
Adapun I Nyoman Gde Antara merupakan ketua panitia penerimaan mahaasiswa baru 2018-2022.
Akan tetapi Putu enggan menjelaskan detail modus mengenai duit SPI yang mengalir ke tersangka. Ia hanya menyebut pemanfaatan SPI, yang semestinya diperuntukan untuk sarana dan prasarana kampus, nyatanya tak sepenuhnya digunakan untuk hal tersebut.
Sebelumnya, I Nyoman Gde menyebut dana SPI seluruhnya masuk ke rekening resmi kampus. Dia menyebut tak ada dana SPI yang ditransfer ke rekening stafnya.
“Kami posisi tidak menanggapi pernyataan tersangka. Tapi kami ada alat bukti lengkap. SPI ini kan untuk sarpras pengembangan institusi, tapi pada praktiknya tidak dipergunakan untuk itu,” ujar dia.
Ketika ditanya dana SPI digunakan untuk apa oleh Rektor Universitas Udayana itu, Putu juga ogah menjelaskan. Dia tak mau I Nyoman Gde Antara nantinya diadili oleh masyarakat.
“Nanti kami sampaikan karena ini untuk kepentingan penyelidikan. Kalau kami sampaikan lalu dijawab lagi jadinya trial by netizen,” ujarnya.
DEVY ERNIS