TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyebut sistem proporsional tertutup sejalan dengan konstitusi. Menurutnya setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, partai politik memiliki kekuatan spesifik, seperti pada pasal 22 E UUD bahwa peserta Pemilu adalah partai politik.
"Setelah amandemen UUD 1945 kan partai politik itu mendapatkan penguatan yang spesifik dalam konstitusi. Pasal 22 E, pemilu itu untuk memilih anggota DPR, DPRD, DPD, presiden, dan wakil presiden. Dikatakan peserta pemilihan umum DPR, DPRD adalah parpol," ujar Yusril di Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 8 Maret 2023.
Menurut Yusril, pada pasal tersebut, pemilu DPR RI dan DPRD diperuntukkan ke partai, bukan perorangan. "Kalau saya menangkap pasal itu, peserta pemilu DPR, DPRD itu memang partai, bukan orang perorangan," kata pakar hukum tata negara ini.
Yusril menyarankan untuk individu yang memiliki tujuan yang sama, seharusnya membentuk partai terlebih dahulu agar bisa ikut serta pemilu.
"Partai ini kan perlu ada suatu penguatan, kenapa pemilu itu harus partai. Asumsinya kan masyarakat itu majemuk, karena masyarakat majemuk, orang tuh punya pemikiran yang berbeda. Orang yang sama pikirannya silakan bersatu membentuk partai politik," kata Yusril.
Dalam sidang uji materi sebagai pihak terkait, Yusril berargumen bahwa pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya sistem proporsional terbuka mereduksi fungsi partai politik dan menurunkan kualitas Pemilu.
"Ketentuan pasal 168 ayat 2, pasal 342 ayat 2, pasal 353 ayat 1 huruf b, pasal 386 ayt 2 huruf b, pasal 420 huruf c, dan d. pasal 422, pasal 424 ayat 2, pasal 426 ayat 3, uu nomor 7/2017 tentang pemilu menyangkut penerapan sistem proporsional terbuka, bertentangan dengan UUD 1945 karena melemahkan, merekdusi fungsi partai politik, dan menurunkan kualitas pemilihan umum," ujarnya Yusril Ihza Mahendra.
Pilihan Editor: Mantan PM Inggris Tony Blair Bungkam Usai Bertemu Jokowi di Istana