Kuasa hukum mengatakan perintah untuk Agus Nur Patria berasal dari atasan yang sah dan berwenang. Selain itu, tindakan Agus juga dilengkapi dengan surat perintah tertulis. Kuasa hukum memjelaskan ketentuan Pasal 8 huruf f Perkadiv Nomor 1 Tahun 2015 yang mengatur mengenai kewenangan anggota Polri yang mengemban fungsi Paminal, salah satunya mengamankan orang atau barang untuk kepentingan keamanan maupun penyelidikan.
“Sesusai fakta persidangan bahwa ketentuan Pasal 8 huruf f Perkadiv Nomor 1 Tahun 2015 sangat sejalan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh Terdakwa Agus Nur Patria Adi Purnama pada 9 Juli 2022 di sekitar Duren Tiga atau TKP, yaitu meneruskan perintah kepada Irfan Widyanto untuk cek dan amankan CCTV, koordinasikan dengan penyidik Polres Jakarta Selatan,” kata kuasa hukum saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 9 Februari 2023.
Selain itu, kuasa hukum mengatakan keabsahan tindakan Agus Nur Patria dilengkapi dengan surat perintah atau sprin tertanggal 8 Juli 2022. Kuasa hukum menjelaskan porsi penyelidikan Paminal untuk peristiwa 9 Juli 2022 terkait CCTV telah selesai dengan diserahkannya CCTV kepada penyidik Polres Jakarta Selatan pada 10 Juli 2022. Kemudian, DVR CCTV itu disimpan di Polres Jakarta Selatan dalam kapasitas penyidik yang berwenang menangani pembunuhan di rumah dinas Ferdy Sambo.
“Persoalan CCTV itu kemudian diambil lagi pada tanggal 11 Juli 2022 oleh Saksi Chuck Putranto atas perintah Saksi Ferdy Sambo dari Polres Jakarta Selatan yang berujung pada pengrusakan. Hal tersebut bukanlah lagi peranan atau kewenangan Terdakwa Agus Nur Patria dan Hendra Kurniawan, dan bukan diberikan lagi porsi penyelidikan Paminal,” kata kuasa hukum Agus.
Dalam replik yang dibacakan pada 6 Februari lalu, jaksa penuntut umum mengatakan Agus Nur Patria seharusnya berani menolak perintah Ferdy Sambo karena ia tidak berhadapan langsung sehingga tidak ada daya paksa untuk melakukan tindak pidana.
Jaksa membantah dalil penasehat hukum Agus Nur Patria yang menggunakan Pasal 48 KUHP, yaitu karena ‘Adanya Daya Paksa’,. Jaksa menilai dalil itu harus dikesampingkan dengan alasan adanya ‘notoir feiten’ atau hal yang sudah diketahui umum tidak perlu dibuktikan, yang masih ada kaitannya dengan perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat
Jaksa membandingkan Agus dengan Brigadir Ricky Rizal Wibowo, yang notabene merupakan bawahan yang jauh pangkatnya di bawah Ferdy Sambo yang merupakan jenderal bintang dua, karena berani menolak perintah yang disampaikan langsung oleh Ferdy Sambonuntuk menembak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Apalagi terdakwa Agus Nur Patria yang berpangkat Komisaris Besar Polisi yang tingkatan pangkatnya sangat jauh di atas Brigadir Ricky Rizal Wibowo dan Terdakwa Agus Nur Patria tidak berhadapan langsung dengan Ferdy Sambo,sehingga tidak merasakan langsung adanya ‘tekanan’ atau ‘daya paksa’ dari Ferdy Sambo, masak tidak berani menolak?” kata jaksa.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalil kuasa hukum Agus yang ingin menerapkan Pasal 48 KUHP tentang Daya Paksa, harus dikesampingkan majelis hakim karena dalil tersebut sangat mengada-ngada dan tidak tepat sehingga haruslah ditolak.
“Selain itu, uraian pleidoi dan dalil-dalil yang dikemukakan Terdakwa Agus Nur Patria dan Penasehat Hukumnya yang mengada-ngada karena berusaha membangun Konstruksi Hukum yang ‘COCOKLOGI’, dengan kesesatan fakta dan kesesatan yuridis yang nyata tersebut, tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat untuk digunakan menggugurkan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” tutur jaksa.
Agus Nur Patria, yang sebelumnya menjabat Kepala Detasemen A Biro Paminal Divisi Propam Polri, dituntut hukuman tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp 20 juta subsider tiga bulan kurungan penjara dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat. Agus dituntut karena melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Agus didakwa karena telah meminta Irfan Widyanto untuk mengamankan CCTV Kompleks Polri Duren Tiga tanpa ada surat perintah yang sah. Padahal, jaksa yakin Agus Nur Patria mengetahui pasti semua tindakan hukum yang dilakukan harus ada surat perintah yang sah.
Sementara itu, tim kuasa hukum terdakwa Arif Rachman Arifin mengatakan alat bukti salinan rekaman CCTV yang disampaikan oleh kliennya menjadi dasar penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membuat laporan LP 0446 pada 9 Agustus 2022 dan dimulainya pemeriksaan perkara perintangan penyidikan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat. Penasihat hukum menilai tindakan kejujuran Arif ini telah membantu penegak hukum mengungkap kasus terang benderang.
Tim kuasa hukum Arif Rachman Arifin mengatakan Terdakwa Arif Rachman Arifin dan Saksi Baiquni Wibowo secara sukarela memberitahukan ada salinan rekaman DVR CCTV Kompleks Polri Duren Tiga yang disimpan di harddisk Baiquni Wibowo. Arif juga menyerahkan laptop milik Baiquni Wibowo yang sudah rusak dipatahkan Arif kepada penyidik Pertanggungjawaban Profesi Divisi Propam Polri pada 8 Agustus 2022. Rekaman itu menunjukkan Yosua masih hidup saat Ferdy Sambo tiba di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga Nomor 46 pada 8 Juli lalu.
“Adapun dengan didasarkan fakta yang diungkap oleh Terdakwa Arif Rachman Arifin tersebut penyidik membuat LP 0446 yang mendasari dimulainya pemeriksaan perkara a quo,” kata kuasa hukum saat menyampaikan dupliknya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 9 Februari 2023.
Kuasa hukum menuturkan sejak awal Arif Rachman Arifin telah mencoba bersikap jujur dengan cara melaporkan temuan salinan rekaman CCTV tersebut kepada Hendra Kurniawan selaku pimpinan tertinggi Biro Paminal Divisi Propam Polri dan bagian Tim Khusus yang dibentuk Kapolri untuk mengungkap peristiwa yang sebenarnya terjadi di Komplek Polri Duren Tiga Nomor 46. Namun kuasa hukum menilai Hendra Kurniawan malah menempatkan Arif Rachman Arifin dalam posisi yang sulit karena memerintahkan Terdakwa Arif Rachman Arifin untuk melaporkan temuan tersebut kepada Ferdy Sambo secara tatap muka.
“Dan setelahnya Saksi Ferdy Sambo mengancam Terdakwa Arif Rachman Arifin agar rekaman CCTV tersebut tidak bocor kemanapun,” kata kuasa hukum.
Dalam replik yang dibacakan pada 6 Februari lalu, jaksa penuntut umum mengatakan tindakan Arif Rachman Arifin yang tetap diam dan tidak memberitahukan isi rekaman CCTV Kompleks Polri Duren Tiga menjadikan tindakannya tidak bisa disebut memenuhi unsur itikad baik dalam Pasal 51 Ayat 2 KUHP.