TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa Kasus Pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo, telah divonis hukuman mati oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan. Menuai pro dan kontra, apa saja pertimbangan hakim dalam memvonis mati Mantan Jenderal Bintang dua Polri tersebut?
Sekilas Sidang Vonis Sambo
Mengutip dari Tempo, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Ferdy Sambo dengan hukuman mati dalam sidang pembacaan vonis yang berlangsung pada Senin, 13 Februari 2023. Majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso meyakini mantan jenderal bintang dua itu menjadi otak pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Nofriansah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua.
Pembunuhan terjadi di rumah dinas Ferdy, di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan 8 Juli 2022. Mulanya kepolisian menyebut bahwa kematian Yosua disebabkan oleh aksi tembak-tembakan dengan ajudan lainnya, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Belakangan diketahui, cerita itu hanya karangan Sambo untuk menutupi perannya dalam aksi pembunuhan berencana tersebut. Sambo diyakini menjadi otak sekaligus menjadi orang yang menembak Yosua.
Deretan Pertimbangan Hakim
Dalam sidang vonis yang dijalani Ferdy Sambo, Hakim menilai tak ada hal yang meringankan bagi mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan atau Propam Polri tersebut.
“Menjatuhkan pidana terhadap Ferdy Sambo hukuman mati,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan putusan, Senin, 13 Februari 2023.
Wahyu menyebutkan tujuh hal yang memberatkan hukuman Ferdy Sambo. Disarikan dari Tempo, beberapa pertimbangan tersebut antara lain:
1. Majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun.
2. Perbuatan terdakwa mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Brigadir Yosua.
3. Perbuatan terdakwa menyebabkan kegaduhan di masyarakat.
4. Bukan kelakuaan yang pantas bagi penegak hukum “Keempat, perbuatan terdakwa tidak pantas dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalam hal ini Kadiv Propam” kata Hakim Wahyu.
5. Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia.
6. Perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat.
7. Terdakwa berbelit-beli dan tidak mengakui perbuatannya.
Vonis ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, pada 17 Januari lalu jaksa penuntut umum menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup karena diyakini melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Dalam perkara perintangan penyidikan...