TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas keluarga korban Tragedi Kanjuruhan tak hadir dalam sidang perdana kasus tersebut di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin kemarin, 16 Januari 2023. Mereka disebut kecewa dengan proses hukum sejak awal.
Kuasa hukum keluarga korban dari tim gabungan Aremania, Anjar Nawan Yusky, menyatakan kliennya sejak awal sudah kecewa dengan proses hukum yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur.
Kekecewaan karena polisi hanya menggunakan pasal kelalaian
Pasalnya, menurut dia, para terdakwa hanya dijerat dengan Pasal 359 dan 360 KUHP soal kelalalian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Menurut dia, unsur kelalaian tersebut sulit dicerna akal sehat karena terbukti terjadi 48 kali tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat ke kerumununan suporter Arema dalam waktu singkat, hanya berkisar 4-6 menit.
“Kalau satu kali dua kali (tembakan) dikatakan lalai okelah, kalau berkali-kali masak dipaksakan dengan pasal kelalaian. Itu yang enggak bisa kami terima sampai sekarang,” kata Anjar di sela memantau jalannya sidang pertama kasus tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin siang, 16 Januari 2023.
Sebenarnya, kata dia, kuasa hukum korban telah memberi masukan pada jaksa penuntut agar menerapkan pasal 338 tentang Pembunuhan atau Pasal 351, 353 dan 354 tentang Penganiayaan yang mengakibatkan orang mati atau luka. Bisa juga, kata dia, diterapkan pasal-pasal kekerasan terhadap anak yang diatur dalam UU Perlindungan Anak.
Polisi tak merekonstruksi penembakan ke arah tribun
Mereka juga kecewa karena tim penyidik Polda Jawa TImur tak menggambarkan kondisi yang sebenarnya dalam reka ulang yang dilakukan beberapa waktu lalu. Dalam reka ulang itu, tim penyidik tak merekonstruksi peristiwa penembakan gas air mata ke arah tribun stadion.
"Hasilnya, dari 30-an reka ulang adegan, dikatakan tidak ada tembakan gas air mata ke arah tribun. Kami sebelumnya sudah meminta agar dilakukan rekonstruksi ulang." Menurut dia, jaksa sudah mengakomodasi permintaan para korban untuk reka ulang di Stadion Kanjuruhan. Namun hingga berkas lengkap atau P21, penyidik polisi tak kunjung melakukan rekonstruksi ulang.
Selanjutnya, kecewa karena Akhmad Hadian Lukita lepas dari tahanan