Tragedi Kanjuruhan terjadi usai laga BRI Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang pada 1 Oktober 2022. Peristiwa tersebut berawal ketika Aremania masuk ke lapangan untuk memberikan dukungan kepada pemain tim kesayangannya pasca kalah.
Polisi merespon aksi Aremania tersebut dengan melepaskan gas air mata secara membabi buta. Tak hanya ke lapangan, tembakan gas air mata juga dilakukan ke arah penonton yang berada di tribun.
Alhasil, ribuan penonton panik dan berdesakan menuju pintu keluar. Sebanyak 135 orang kemudian tewas akibat peristiwa tersebut. Ratusan orang lainnya mengalami luka dengan skala ringan hingga berat.
Dalam penyidikan kasus tersebut, kepolisian hanya menetapkan enam tersangka dengan lima diantaranya telah menjalani sidang perdana. Mereka yang menjalani sidang perdana pada Senin kemarin adalah Hasdarmawan, Mantan Komandan Kompi III Brimob Polda Jawa Timur; Wahyu Setyo Pranoto, mantan Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Malang; Bambang Sigit Ahmadi, mantan Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Malang. Mereka didakwa melanggar Pasal 359 KUHP dan/atau Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain.
Adapun dua terdakwa lainnya, yakni Suko Sutrisno, petugas keamanan; dan Abdul Haris, ketua panitia pelaksana pertandingan, didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 359 KHUP dan/atau Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam laporan hasil investigasi Tragedi Kanjuruhan menyebutkan terdapat pihak lain yang seharusnya bisa diminta pertanggungjawaban dalam tragedi ini. Meskipun demikian, polisi hingga saat ini masih belum juga menetapkan tersangka tambahan.