TEMPO.CO, Jakarta - Hasyim Asyiari, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), menyampaikan kemungkinan opsi sistem Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Pernyataan tersebut memantik penolakan dari beberapa pihak.
Namun. menurut Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai sistem Pemilihan Umum proporsional terbuka memiliki dampak buruk dibandingkan proporsional tertutup yaitu telah menciptakan liberalisasi politik. Ia menyebut sudah melakukan penelitian khusus ihwal kondisi liberalisasi politik yang mendorong partai politik menjadi partai elektoral. Dampaknya, kata dia, muncul kapitalisasi politik, oligarki politik, hingga persaingan bebas dengan segala cara.
Oleh sebab itu, Hasto menerangkan kongres ke-V PDIP memutuskan sistem Pemilu anggota legislatif dengan proporsional tertutup sudah sesuai dengan perintah konstitusi. Dia menjelaskan, sistem ini akan mendorong proses kaderisasi parpol dan berdampak pada pencegahan berbagai bentuk liberalisasi politik.
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan tidak ada sistem pemilihan yang mutlak benar atau mutlak salah. Hal tersebut dia sampaikan melalui kanal Youtube-nya, Jumat 30 Desember 2022. Iia memandang bahwa hal terpenting adalah memastikan pemilu berjalan secara jujur dan adil.
Refly mengatakan sistem proporsional terbuka memungkinkan rakyat memilih kandidat secara langsung. Namun, sistem ini mendorong tingkat kecurangan makin tinggi. Sebab, sistem ini membuat para kandidat saling sikut sekalipun berasal dari satu partai.
Sementara itu, sistem proporsional tertutup cenderung lebih sederhana. Namun, partai politik atau parpol dapat menyetir sosok yang akan maju dan dan tidak. "Banyak anggota parlemen tidak menginginkan ini karena pasti tidak terpilih jika mendapatkan urutan bawah," kata Refly.
Refly mengimbau agar jangan terjebak pada wacana dikotomis antara sistem proporsional terbuka atau tertutup. Itu sebabnya Refly pernah mendorong agar pemilu diterapkan menggunakan sistem campuran. Dalam sistem ini, separuh anggota parlemen dipilih melalui mekanisme proporsional. Sementara itu, separuh sisanya dipilih menggunakan mekanisme distrik.
Meskipun begitu, Refly berpendapat bahwa sistem pemilu tidak seyogianya ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi Dewan Perwakilan Rakyat itu sendiri. Dia mengatakan hal yang mendesak untuk didorong saat ini justru upaya untuk menghapus presidential treshold.
Penolakan Sistem Proporsional Tertutup
Sistem proporsional tertutup, menurut Rocky, akan membuat oligarki di dalam partai menguat. Sebab, dalam sistem ini, hanya kekuasaan parpol yang berhak menentukan kandidat untuk menjadi anggota parlemen. "Oligarki dalam partai akan menentukan arah poltik," kata Rocky. Mereka yang memiliki uang akan menyogok parpol agar dapat dapat ditunjuk menjadi anggota parlemen.
Lebih lanjut, Rocky mengatakan sistem proporsional tertutup akan membuka pintu bagi para politisi busuk untuk turut bermain. Orang-orang semacam ini memiliki nama yang kadung buruk sehingga tidak mungkin dipamerkan. Namun, parpol dapat menyelundupkan nama mereka sehingga berpeluang lolos menjadi anggota parlemen. "Sekalipun calon itu koruptor," kata Rocky.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pun menolak penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum 2024, karena menganggap mengkhianati demokrasi Indonesia. PSI juga akan mengajukan diri sebagai Pihak Terkait dalam uji materi yang sekarang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Menurut juru bicara DPP PSI Ariyo Bimmo, ada beberapa alasan PSI tegas menolak penghapusan sistem proporsional terbuka. Pertama, sistem proporsional terbuka adalah kemajuan esensial dalam demokrasi Tanah Air. Sedangkan, kerugian konstitusional yang dikeluhkan justru lebih besar apabila diterapkan sistem proporsional tertutup.
“Kedua, sebagai seorang calon legislatif, tentunya akan merasa hak konstitusionalnya dilaksanakan secara penuh ketika bisa mengkampanyekan dirinya sebagai individual wakil rakyat,” kata Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 30 Desember 2022.
Anggota Komisi Pemerintahan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus menerangkan bahwa MK sudah menolak judicial review soal sistem proporsional tertutup. MK menilai penetapan anggota legislatif berdasarkan sistem proporsional tertutup bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
Putusan MK ini disebut Guspardi tidak bisa diubah mengingat sifatnya yang final dan mengikat. Artinya, kata dia, upaya hukum terhadap putusan MK ini tidak bisa diajukan. “Masa sih MK akan membatalkan keputusannya sendiri. Jangan sampai ada dugaan MK cenderung tidak netral,” kata Guspardi.
HAN REVANDA PUTRA I SDA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.