TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 semakin dekat. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sibuk bersiap. Teranyar, Hasyim Asy'ari, Ketua KPU, menyebutkan opsi perubahan sistem pemilihan proporsional. Sistem proporsional yang semula terbuka boleh jadi akan berubah tertutup. Para pemilih yang semula mencoblos kandidat boleh jadi hanya diminta mencoblos lambang partai poltik (parpol).
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan ada saja kemungkinan sistem Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Hal tersebut dia sampaikan pada acara Catatan Akhir Tahun KPU di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 29 Desember 2022. Dia mengatakan sistem tersebut sedang dibahas melalui sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Hasyim menjelaskan hal tersebut hanya sebatas asumsi berdasarkan adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Kepemiluan saat ini. Jadi, kata dia, hal itu bukanlah usulan dari KPU melainkan dari kondisi faktual kepemiluan yang terjadi saat ini.
Baca: Rocky Gerung: Situasi Menjelang 2024 seperti Kandang Oligarki Beternak Politikus
Merespons wacana tersebut, pengamat politik Rocky Gerung menilai perubahan tersebut akan membawa Indonesia kembali pada suasana pemilihan umum masa Orde Baru. Saat itu, rakyat tidak diarahkan untuk memilih kandidat. Rakyat hanya diperbolehkan untuk memilih parpol. "Itu sebabnya Golkar selalu menang," kata Rocky melalui kanal Youtube-nya, Jumat 30 Desember 2022.
Dalam sistem presidensial, lanjut Rocky, rakyat hendaknya memilih presiden dan lembaga yang mengawasi kinerja presiden. Itu sebabnya rakyat harus dilibatkan dalam memilih anggota parlemen. "Jika partai memilih anggota parlemen, partai akan kongkalingkong dengan mereka sehingga berpotensi memperlemah pengawasan terhadap presiden," kata Rocky.
Sistem proporsional tertutup, menurut Rocky, akan membuat oligarki di dalam partai menguat. Sebab, dalam sistem ini, hanya kekuasaan parpol yang berhak menentukan kandidat untuk menjadi anggota parlemen. "Oligarki dalam partai akan menentukan arah poltik," kata Rocky. Mereka yang memiliki uang akan menyogok parpol agar dapat dapat ditunjuk menjadi anggota parlemen.
Lebih lanjut, Rocky mengatakan sistem proporsional tertutup akan membuka pintu bagi para politisi busuk untuk turut bermain. Orang-orang semacam ini memiliki nama yang kadung buruk sehingga tidak mungkin dipamerkan. Namun, parpol dapat menyelundupkan nama mereka sehingga berpeluang lolos menjadi anggota parlemen. "Sekalipun calon itu koruptor," kata Rocky.
Menurut Rocky Gerung, sistem pemilihan tertutup merupakan sebuah electoral autocracy. Parpol bebas untuk menyodorkan para otokrat tanpa melalui seleksi publik. Hal ini membuat politik kemudian berpotensi dikuasai oleh sebuah parpol. "Ini persekongkolan jahat untuk membatalkan kedaulatan rakyat," pungkas Rocky.
HAN REVANDA PUTRA I SDA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.