TEMPO.CO, Jakarta -Kepolisian RI berpotensi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus dugaan suap tambang ilegal di Kalimantan Timur yang terungkap dari pengakuan Ismail Bolong. Meski begitu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jendral Dedi Prasetyo berujar bahwa pelibatan KPK tersebut harus berdasarkan bukti yang sudah diperoleh penyidik.
"Sekali lagi, kalau itu memungkinkan akan bekerja sama dengan KPK dengan PPATK itu secara teknis penyidik. Itu semua koridor adalah bagaimana bukti-bukti yang didapatkan tim penyidik itu bisa ditindaklanjuti dan dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan," kata Dedi saat ditanya di Mabes Polri, Jumat 16 Desember 2022.
Soal potensi melibatkan KPK, Dedi pun mengungkapkan bahwa soal teknis pelibatan aparat penegak hukum lain dalam kasus merupakan ranah penyidik. "Itu teknis penyidik, penyidik yang paling tahu tentang itu," kata Dedi.
Dedi menegaskan bahwa Polri telah bekerja sesuai dengan fakta hukum di lapangan. Jika memang ditemukan fakta soal dugaan tindak pidana lain selain soal izin tambang ilegal, maka akan ditindaklanjuti.
"Saya sudah sampaikan ke Pak Wakabareskrim sama Dirtipidter, pada prinsipnya Polri bekerja sesuai dengan fakta hukum. Jika menemukan fakta hukumnya dan bukti pelanggaran pidananya, insya Allah dari tim penyidik pasti akan melakukan tindakan," tutur Dedi.
Ismail Bolong Mengatur Kegiatan Tambang Ilegal
Sebelumnya, penyidik Dittipidter Bareskrim Polri telah resmi menetapkan Ismail Bolong dan dua orang lainnya sebagai tersangka pada kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur. Dua tersangka itu adalah Budi alias BP, dan Rintho alias RP.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri Komisaris Besar Nurul Azizah mengatakan Ismail Bolong dalam kasus ini berperan sebagai pengatur kegiatan tambang Ilegal di Kalimantan Timur. Ismail merupakan komisaris PT Energindo Mitra Pratama (PT EMP).
Ismail Bolong diduga mengatur kegiatan penambangan ilegal di terminal khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) dan di lokasi penyimpanan batu bara hasil penambangan yang termasuk PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) PT Santan Batubara. "IB (Ismail Bolong) berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain," kata Nurul lewat pesan video yang dibagikan, Kamis 8 Desember 2022.
Adapun Budi alias BP, menurut Nurul, berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin. Untuk Rinto alias RP bertugas sebagai direktur PT Energindo Mitra Pratama.
Baca Juga: 6 Fakta-fakta Kasus Suap Ismail Bolong dan Bantahan Kabareskrim