TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) Dhahana Putra meyakinkan bahwa tidak ada tumpang tindih antara Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan undang-undang yang lain.
"Bahwa KUHP itu konstitusi pidana, semua tindak pidana ada di sana," ujar Dhahana di gedung Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim), Kamis, 15 Desember 2022.
Dia mengatakan, terdapat lima tindak pidana yang kualifikasinya khusus atau tertentu, seperti narkotika, terorisme, korupsi, dan money loundry.
Sebagai contoh, katanya, UU nomor 15 tentang terorisme itu masih berlaku, namun deliknya dimasukkan dalam KUHP. Contoh lain seperti, narkotika yang terdapat dalam UU 35 tahun 2019, deliknya ada di sana, namun dalam konteks enforcementnya didasarkan pada UU masing-masing.
"Kenapa? Ada kriteria terkait tindak pidana khusus tadi, pertama adalah bahwa mereka didukung suatu kelembagaan khusus, contohnya terorisme ada BNPT, narkotika ada BNN, KPK ada tindak pidana korupsi," katanya menjelaskan.
Oleh karena itu, memang dalam satu sisi KUHP tidak bicara masalah kewenangan, hanya bicara masalah delik saja. Akan tetapi kewenangan itu didasari oleh undang-undang sektor masing-masing.
"Seperti yang saya sebutkan tadi, ada lima," ujar Dhahana.
Sebelumnya, RKUHP disahkan menjadi undang-undang oleh DPR RI dalam rapat paripurna pada Selasa, 6 Desember 2022. Pada hari yang sama Aliansi Reformasi KUHP melakukan aksi penolakan terhadap pengesahan tersebut di depan gedung DPR dengan mendirikan tenda dan menyuarakan penolakan. Kendati demikian, meskipun mendapat penolakan dari kelompok masyarakat sipil dan kritikan dari dunia internasional, pengesahan tersebut tetap dilakukan.
NESA AQILA
Baca: Mahasiswa Ditangkap saat Demo Tolak Pengesahan KUHP di Bandung, Ini Kronologi Versi LBH