TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) saat ini tinggal menunggu adanya proses lanjutan akan gugatan mereka kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Gugatan ini diketahui berdasar pada kelalaian BPOM dalam pengawasan obat sirop yang mengakibatkan ratusan anak meninggal akibat gagal ginjal akut.
Ketua KKI, David Tobing mengungkapkan bahwa gugatannya saat ini telah dalam proses pendahuluan. Sidang pendahuluan tersebut telah dilaksanakan pada Senin 28 November 2022 lalu.
"Sudah beberapa kali sidang pendahuluan, sidang pemeriksaan. Jadi kedua belah dipanggil tapi belum dalam rangka proses sidang. Masih memeriksa gugatan," kata David saat dihubungi Kamis 15 Desember 2022.
David mengungkapkan saat ini pihaknya telah siap akan menjalani sidang tersebut. Namun hingga saat ini pihaknya masih harus menunggu proses hukum yang telah berjalan.
"Kalau ada masukan dari PTUN kita jalanin dan kita berharap prosesnya segera dimulai di PTUN," ucapnya.
David berharap agar kasus ini segera tuntas dan tidak berlarut-larut. Hal tersebut dikarenakan telah ada banyak korban dan juga laporan mengenai kasus ini.
Soal laporan korban gagal ginjal akut, disampaikan David, bisa melapor ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Namun dalam hal ini, KKI bergerak sebagai lembaga swadaya masyarakat untuk memberikan advokasi pada korban gagal ginjal akut.
"Kami bergerak berdasarkan legal standing sebagai organisasi atau lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Jadi kita bisa memberikan advokasi konsumen itu tanpa ada permintaan tanpa ada permintaan itu bisa langsung," ucapnya.
Soal sidang selanjutnya, David mengungkapkan bahwa pihaknya belum bisa menyampaikan hal itu. "Nanti kalau sudah sidang saya bagikan pres rilis," tambahnya.
Sebelumnya, David Tobing mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum penguasa yang dilakukan oleh BPOM ke PTUN pada 11 November 2022.
Ia mengaku telah menyampaikan petitum agar majelis hakim menyatakan BPOM RI melakukan perbuatan melawan hukum penguasa. Kemudian, meminta majelis hakim menghukum BPOM RI untuk melakukan pengujian seluruh obat sirup yang telah diberikan izin edar. Terakhir, meminta majelis hakim menghukum BPOM RI untuk meminta maaf kepada konsumen dan masyarakat Indonesia.
Gugatan diajukan karena BPOM dinilai telah melakukan pembohongan publik sehingga cukup beralasan digugat perbuatan melawan hukum penguasa.
“Pertama karena tidak menguji sirup obat secara menyeluruh. Pada 19 Oktober 2022, BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG/DEG. Namun pada 21 Oktober BPOM RI merevisi dua obat dinyatakan tidak tercemar,” kata David melalui keterangan tertulis pada 14 November 2022.
Kedua, pada 22 Oktober lalu, BPOM mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar. Kemudian pada 27 Oktober, BPOM RI menambah 65 obat sehingga total 198 obat tidak tercemar EG dan DEG oleh pengumuman BPOM. Namun pada 6 November BPOM menyatakan hanya 14 obat sirop dari 198 obat sirop yang tercemar EG/DEG.
“Konsumen dan masyakat Indonesia seperti dipermainkan. Tindakan tersebut jelas membahayakan karena BPOM tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirop obat dengan baik,” ujar David.
Alasan ketiga yakni tindakan BPOM untuk mengawasi obat sirop ini tergesa-gesa. Selain itu, tindakan BPOM yang melimpahkan pengujian obat sirop kepada industri farmasi merupakan pelanggaran asas umum pemeringahan yang baik, yakni asas profesionalitas.
“Badan publik seperti BPOM seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri, bukan diserahkan ke industri farmasi,” tuturnya.
Baca: Komnas HAM Sebut Gagal Ginjal Akut Anak Sebagai Kejadian Luar Biasa