TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Ismail Bolong, Yohannes Tobing mengungkapkan bahwa sudah ada 3 tersangka dalam kasus perizinan tambang ilegal ini. Ketiga tersangka tersebut pun saat ini telah menjadi tahanan di Rutan Bareskrim Polri.
Yohannes mengungkapkan bahwa ketiga tersangka tersebut adalah kliennya, Budi, dan Rintho. Ismail dalam hal ini selaku pemilik tambang, Budi sebagai menejer perusahaan, dan Rintho selaku kuasa direksi.
Disampaikan oleh Yohannes bahwa mereka semua ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perizinan pertambangan.
"Jadi dalam pertambangan ini, Pak Ismail Bolong sebagai pemilik dan ada juga menejer namanya Pak Budi sudah ditahan juga satu lagi kuasa direksi bernama Pak Rintho sudah ditahan juga," kata Yohannes saat di lobby Bareskrim Polri, Rabu 7 Desember 2022.
Istri dan anak Ismail masih berstatus sebagai saksi
Sementara untuk status anak dan istri Ismail yang sempat diperiksa beberapa waktu lalu, menurut Yohanes masih berstatus sebagai saksi.
"Saya dampingi Ibu Hajah Hasanah dan Mas Rifki diundang untuk wawancara pada perkara yang dilaporkan terhadap Pak IB, terhadap pasal undang-undang Minerba ini. Jadi pada hari ini statusnya (istri dan anak Ismail) sebagai saksi," ucapnya.
Disampaikan oleh Yohannes bahwa kliennya tersebut dijerat dengan tiga pasal Undang-Undang Minerba, yakni Pasal 158, Pasal 159 dan Pasal 161. Yohannes menjelaskan pada Pasal 158 terkait soal perizinan tambang, distribusi pertambangan.
"Pak Ismail dijadikan tersangka ada tiga pasal yang ditersangkakan soal UU Minerba, Pasal 158, Pasal 159 dan Pasal 161," kata dia.
Yohanes juga menegaskan bahwa kliennya hanya diperiksa terkait tambang ilegal. Dia menyatakan, hingga saat ini polisi belum menjadikan Ismail Bolong sebagai tersangka dalam kasus aliran dana tambang tersebut.
Kronologi kasus Ismail Bolong
Kasus tambang ilegal Ismail Bolong mencuri perhatian publik pada awal November lalu saat video pengakuannya tersebar luas. Dalam video tersebut, Ismail mengaku mengalirkan dana tambang ilegal ke sejumlah perwira Polri. Diantaranya adalah Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Setelah video itu tersebar luas, Ismail balik membantah. Dia menyatakan video itu dibuat pada Februari 2022 saat diperiksa oleh Divisi Propam Polri. Dia mengaku dibawa ke sebuah hotel dan diminta membacakan pernyataan tertulis yang telah disiapkan oleh seorang perwira Polri.
Setelah video itu tersebar, muncul pula laporan hasil penyelidikan yang dibuat oleh Divisi Propam Polri. Satu laporan ditandatangani oleh mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Brigjen Hendra Kurniawan, sementara satu laporan lainnya ditandatangani oleh mantan Kepala Div Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Keduanya kini menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Dalam laporan itu juga dijelaskan secara rinci aliran dana Ismail Bolong ke para perwira Polri. Nilainya mencapai puluhan miliar. Sambo dalam laporannya kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan telah memiliki bukti yang cukup adanya aliran dana dan pembiaran aktivitas tambang ilegal oleh Ismail Bolong tersebut.
Hendra dan Sambo membenarkan dokumen tersebut. Namun, mereka tak mau berbicara soal tindak lanjut penyelidikan tersebut.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto membantah menerima aliran dana dari Ismail Bolong. Agus justru balik menyerang Hendra dan Sambo dengan mencurigai keduanya sebagai penerima aliran dana itu. Agus mempertanyakan kenapa Hendra dan Sambo tak segera menangkap Ismail.