INFO NASIONAL – Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, meluncurkan kurikulum muatan lokal gambut dan mangrove pada Rabu, 30 November 2022. Kurikulum tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa dalam menjaga gambut dan mangrove sejak dini.
Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan menuturkan, kurikulum segera diterapkan di sekolah-sekolah setelah peluncuran tersebut. Uji coba telah dilakukan sejak dua bulan lalu pada 15 sekolah, terdiri dari sembilan SD dan enam SMP. Adapun jumlah sekolah di Kubu Raya sebanyak 379 SD dan 153 SMP.
Baca juga:
Pemkab Kubu Raya dan mitra kerjanya telah menyusun kulikulum tersebut selama satu tahun. Penyusunan bahan ajar tidak tergesa-gesa karena harus memperhatikan beberapa hal yang harus dikembangkan.
“Dalam kurikulum ini, substansi muatan lokal terkait gambut dan mangrove diintegrasikan dalam semua mata pelajaran di SD dan SMP. Pertimbangannya, dengan pola seperti itu lebih efektif seupaya sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi,” ujar Muda.
Dengan meningkatnya pemahaman akan kerentanan mangrove dan gambut, setiap sekolah didorong mencari inisiatif memitigasinya. “Pengajaran juga bisa dikembangkan sekolah. Apalagi yang lingkungannya memiliki gambut dan mangrove,” kata Muda.
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya memilih gambut dan mangrove sebagai muatan lokal karena aspek tersebut terkait dengan pengendalian sumber daya alam dan terjaga. Anak-anak diajak mengawal dan bijak memperlakukan sumber daya yang ada.
Berdasarkan data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), luas gambut di Kubu Raya 458.675 hektare dan mangrove 109.534 hektare.
Direktur International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) Indonesia Sonya Dewi, mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dalam pengelolaan gambut lestari sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan berkelanjutan. ICRAF adalah lembaga penelitian global yang bergerak di bidang agroforestri.
Menurut Sonya, ekosistem gambut Kabupaten Kubu Raya merupakan sumber daya alam penting bagi kehidupan masyarakat. Pengelolaan gambut yang tidak tepat bisa berdampak pada bencana dan kerusakan fungsi. Hal itu telah dialami bersama, seperti kebakaran dan bencana iklim lainnya.
Salah satu penyebab karena minimnya pengetahuan karakteristik dan praktik terbaik pengelolaan ekosistem gambut. Oleh sebab itu, perlu upaya bersama memperkuat kapasitas berbagai pihak mengelola ekosistem gambut.
“Langkah itu salah satunya dengan pengenalan tentang gambut sejak dini, di antaranya lewat pendidikan formal,” ujar Sonya. Generasi masa depan yang kini menempuh pendidikan di sekolah perlu dikenalkan dengan uniknya ekosistem gambut, termasuk manfaat serta cara pengendaliannya. Tujuannya menumbuhkan kecintaan dan apresiasi terhadap lahan gambut sebagai sumber penghidupan agar di masa depan mereka melindungi ekosistem gambut secara lestari.
Apalagi, ekosistem gambut diakui memegang peranan penting dalam pencapaian target penanganan perubahan iklim di Indonesia. Siswa SD dan SMP yang akan menentukan keberlangsungan ekosistem gambut. Mereka dibekali pendidikan memadai menjadi generasi penerus yang akan menjaga ekosistem gambut.
Apresiasi serupa diucapkan oleh Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Suwignya Utama. Masuknya materi tentang gambut dan mangrove dalam bahan ajar membantu siswa semakin mengenal lingkungannya. Bentuk integrasi ini pun dinilai lebih efisien dan efektif karena tidak membutuhkan guru tersendiri, cukup guru mata pelajaran.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kubu Raya M Ayub menuturkan, perjalanan pengembangan kurikulum muatan lokal gambut dan mangrove memakan waktu cukup panjang. Beberapa tahapan yang telah dilakui dimulai diskusi terfokus tahun lalu. Saat itu Bupati Muda mengarahkan bahwa keberadaan lahan gambut dan mangrove merupakan potensi sumber daya alam yang manfaatnya mesti dirasakan masyarakat. (*)