TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut capres maupun cawapres yang akan maju pada Pemilu 2024 wajib memahami konstitusi dan sejarah bangsa. Jika hal tersebut tidak dilakukan, ia mengkhawatirkan arah dan kebijakan dalam mengelola bangsa salah jalan.
"Kalau tidak, nanti akan terjadi dislokasi politik. Mereka yang ingin meraih kekuasaan lupa fondasi kita sebagai bangsa," kata Haedar di Yogyakarta Rabu 16 November 2022.
Menurut dia, Pemilu 2024 bukan hanya soal kemenangan.
"Mereka harus betul-betul paham bahwa bahtera Indonesia ini bukan hanya soal kemenangan politik, bukan hanya soal demokratisasi, tetapi nilai-nilai, cita-cita kebangsaan yang diletakkan para pendiri bangsa," kata Haedar.
Menurut Haedar, Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo, Jawa Tengah, pada 18-20 November 2022, secara khusus akan menyoroti perihal Pemilu 2024 karena bagi Muhammadiyah hajatan pemilu bukan sekadar kontestasi politik, melainkan proses transformasi kebangsaan.
Capres diminta praktikkan sila keempat Pancasila
Selain itu, tambah Haedar, capres dan cawapres juga perlu memahami serta mempraktikkan sila keempat Pancasila karena demokrasi, pemilu, serta kontestasi politik, baik yang menang maupun kalah harus berpolitik dengan berbasis pada kerakyatan serta bijaksana dalam bermusyawarah.
"Setelah (capres) menang kan harus bermusyawarah, bukan hanya soal bagi-bagi kekuasaan, tapi Indonesia nanti mau dibawa ke mana?" katanya.
Haedar meyakini bahwa seluruh capres, cawapres, maupun calon anggota legislatif memiliki itikad serta visi yang baik dalam mengikuti kontestasi politik pada 2024.
"Kami percaya dari ribuan calon anggota DPR dan mungkin sejumlah calon presiden dan calon wakil presiden, mereka kan punya itikad baik, mereka punya visi yang baik. Akan tetapi yang diperlukan adalah penyamaan dalam konteks keindonesiaan yang lebih besar," jelas Haedar Nashir.
Baca: Muktamar Muhammadiyah ke-48 Sudah 100 Persen Siap Digelar, Haedar Nashir Jadi Ketua Lagi?