TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas Konsumen Indonesia menggugat Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan dilakukan atas dugaan BPOM lalai dalam pengawasan obat sirop sehingga menyebabkan gagal ginjal akut pada anak atau gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing mengatakan Komunitas Konsumen Indonesia adalah lembaga perlindungan konsumen swasta masyarakat sehingga memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Dalam hal ini kami mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum penguasa yang dilakukan oleh BPOM RI,” kata David Tobing dalam keterangan tertulis, Senin, 14 November 2022. Gugatan ke PTUN Jakarta terdaftar dengan nomor register perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT tanggal 11 November 2022.
Komunitas Konsumen Indonesia menyampaikan petitum agar majelis hakim menyatakan BPOM RI melakukan perbuatan melawan hukum penguasa. Kemudian, meminta majelis hakim menghukum BPOM RI untuk melakukan pengujian seluruh obat sirop yang telah diberikan izin edar. Terakhir, meminta majelis hakim menghukum BPOM RI untuk meminta maaf kepada konsumen dan masyarakat Indonesia.
Baca: Kemenkes Terbitkan Pedoman Penanganan Pasien Anak Gangguan Ginjal Akut
David mengatakan gugatan diajukan karena tindakan BPOM dianggap pembohongan publik sehingga cukup beralasan digugat perbuatan melawan hukum penguasa.
“Pertama karena tidak menguji sirop obat secara menyeluruh. Pada 19 Oktober 2022, BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG/DEG. Namun pada 21 Oktober BPOM RI merevisi dua obat dinyatakan tidak tercemar,” kata David.
Kedua, pada 22 Oktober lalu, BPOM RI mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar. Kemudian pada 27 Oktober, BPOM RI menambah 65 obat sehingga total 198 obat tidak tercemar EG dan DEG oleh pengumuman BPOM. Namun pada 6 November BPOM menyatakan hanya 14 obat sirop dari 198 obat sirop yang tercemar EG/DEG.
“Konsumen dan masyakat Indonesia seperti dipermainkan. Tindakan tersebut jelas membahayakan karena BPOM RI tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirop obat dengan baik,” ujar David.
Alasan ketiga yakni tindakan BPOM RI untuk mengawasi obat sirop ini tergesa-gesa. Selain itu, tindakan BPOM RI yang melimpahkan pengujian obat sirop kepada industri farmasi merupakan pelanggaran asas umum pemeringahan yang baik, yakni asas profesionalitas.
“Badan publik seperti BPOM seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri, bukan diserahkan ke industri farmasi,” tuturnya.
Komunitas Konsumen Indonesia juga menilai BPOM RI melanggar asas kecermatan dengan pengumuman yang berubah-ubah. Selain itu, BPOM juga dituduh melanggar asas keterbukaan karena pengumuman daftar obat sirop tersebuf membahayakan dan merugikan hajat hidup orang banyak.
“BPOM RI jelas melakukan perbuatan melawan hukum penguasa karena dari awal tidak inisiatif dan melimpahkan kesalahan ke Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian,” kata David.
Kasus gagal ginjal akut bermula dari temuan maraknya laporan anak yang menderita penyakit gagal ginjal dalam waktu bersamaan di Indonesia. Meskipun bukan penyebab utama, obat batuk sirop anak disebut sebagai salah satu penyebab timbulnya masalah gagal ginjal akut pada anak.
Hasil temuan penelitian kesehatan menyebut sejumlah obat sirop memiliki kandungan cemaran larutan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi batas yang diperbolehkan. Dengan adanya temuan itu, banyak obat-obatan yang ditarik dari peredaran.
EKA YUDHA SAPUTRA | NUGROHO CATUR PAMUNGKAS | MIRZA BAGASKARA
Baca: Ramai Obat Sirup Tercemar EG dan DEG, Kepala BPOM Beberkan Proses Pengawasan Selama Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.