TEMPO.CO, Jakarta - Basuki Rahmat adalah salah satu Jenderal TNI yang juga diberi anugerah Pahlawan Nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu saksi penandatanganan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang merupakan surat perintah Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966.
Disarikan dari kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id, Basuki Rahmat lahir di Kecamatan Senori, Tuban, Jawa Timur pada 4 November 1921 dari seorang perempuan bernama Soeratni. Ayahnya bernama Raden Soedarsono Soemodihardjo adalah seorang asisten residen (Wedana).
Ia mengawali pendidikan sekolah dasarnya pada usia tujuh tahun. Namun, sayangnya pada 1932 ayahnya meninggal dunia sehingga pendidikan Basuki harus terhenti. Basuki kecil kemudian tinggal bersama pamannya hingga melanjutkan pendidikannya hingga tingkat SMA. Ia bersekolah di SMA Yogyakarta Muhammadiyah dan lulus pada 1942, bertepatan dengan mulainya Jepang menduduki Indonesia.
Sebelum terjun di militer, sebenarnya Basuki muda bercita-cita menjadi guru hingga meneruskan pendidikannya di Sekolah Guru Muhammadiyah, Yogyakarta. Namun jalan hidup membuatnya mengikuti pendidikan Pembela Tanah Air.
Selepas pendidikan Basuki diletakkan di Pacitan dengan pangkat Komandan Pelopor. Pada era perjuangan kemerdekaan, Basuki juga turut dalam pembentukan Badan Keamanan Rakyat Maospati, Jawa Timur. Bakat kepemimpinannya yang menonjol membuat ia ditunjuk menjadi Komandan Batalyon 2 Resimen 31 Divisi IV Ronggolawe dan kemudian ditunjuk menjadi Komandan Batalyon 16 Brigade 5 Divisi I Jawa Timur.
Basuki kemudian ditunjuk sebagai Panglima Komando Daerah Militer (KODAM) VIII / Brawijaya di Surabaya dengan pangkat Mayor Jenderal. Saat itu ia turut mengambil peran penting dalam menyadarkan Prajurit Jajaran Kodam agar tidak terhasut PKI.
Selain itu di dunia pemerintahan Basuki pernah menjabat sebagai Menteri Veteran Letnan dalam Kabinet Dwikora pimpinan Soekarno pada periode 1964-1966. Ia juga merupakan salah satu saksi kunci perisitiwa Supersemar beserta Jenderal Amirmachmud dan Jenderal M. Jusuf. Melalui Supersemar, terjadilah titik balik. PKI yang sebelumnya mulai melancarkan tindak kekerasan, akhirnya dapat dikalahkan. Dalam memulihkan keadaan itu, jasa Basuki Rahmat sangat besar.
Dilansir dari Antara, saat menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, Basuki tutup usia di Jakarta pada 8 Januari 1969 akibat penyakit jantung. Ia mengembuskan nafas terakhirnya ketika memimpin rapat staf di Departemen Dalam Negeri. Pangkat militernya dinaikkan secara Anumerta menjadi Jenderal TNI. Basuki kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Tak sampai sehari setelah kematiannya, Jenderal TNI Anumerta Basuki Rahmat diberi gelar pahlawan nasional pada 9 Januari 1969 atas jasanya kepada negara. Penyematan gelar tersebut menjadikannya tokoh yang paling cepat dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah, yaitu tidak sampai sehari setelah ia meninggal dunia.
ANNISA FIRDAUSI
Baca juga: Moerdiono: Supersemar Inisiatif Tiga Jenderal
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.