TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menyatakan mereka mendapatkan rekaman video krusial soal Tragedi Kanjuruhan. Rekaman tersebut diambil oleh seorang suporter Arema FC yang akhirnya meninggal dalam peristiwa pada Sabtu, 1 Oktober 2022, tersebut.
Anam tampak sempat terbata-bata saat mengatakan bahwa video eksklusif tersebut merekam apa yang terjadi di tribun selatan hingga detik-detik peristiwa mematikan di Pintu 13 Stadion Kanjuruhan.
“Dan video ini memang….direkam oleh suporter yang meninggal,” kata Anam sambil sedikit terbata-bata seperti sambil menahan tangis di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022, pukul 13.20 WIB.
“Dia merekam dari sejak di tribun sampai di titik pintu itu dan direkam sampai kemudian dia sendiri akhirnya meninggal,” kata Anam.
Pintu 13 tak terbuka secara maksimal
Anam rekaman itu memperlihatkan Pintu 13 yang disebut sebagai salah satu pintu yang paling banyak menelan korban jiwa sebenarnya terbuka. Meskipun demikian, dia menyatakan bahwa pintu itu tak terbuka seluruhnya.
"Pintu cuma cukup 2 orang saja. Kalau mau lebih dari dua orang juga bisa desak-desakan, tapi kan sesak," kata Anam.
Anam pun menyatakan bahwa berdasarkan keterangan yang mereka dapatkan, pintu yang berdimensi lebar sekitar 2,7 meter tersebut memang tak pernah dibuka secara maksimal. Hanya dua daun pintu yang berukuran sekitar 1,5 meter yang dibuka.
Korban, kata dia, sempat merekam situasi tribun selatan yang ditembaki polisi dengan gas air mata hingga bagaimana penonton berdesakan keluar dari pintu tersebut.
Komnas HAM menyatakan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM
Berdasarkan temuannya, Komnas HAM menyatakan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM. Anam mengatakan tidak ada kerusuhan saat suporter Aremania menyerbu lapangan (pitch invasion). Mereka hanya ingin menyemangati pemain Arema FC yang baru saja menelan kekalahan dari Persebaya Surabaya.
Polri sebelumnya telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus ini. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan bahwa enam tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achmadi.
“Berdasarkan gelar perkara dan alat bukti permulaan yang cukup maka ditetapkan saat ini enam tersangka,” kata Kapolri saat konferensi pers, Kamis malam, 6 Oktober 2022.
Dalam perkara ini, keenam tersangka dijerat dengan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tentang Kelalaian. Selain itu mereka juga dijerat Pasal 103 Juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Tragedi Kanjuruhan sendiri masih menyisakan beberapa masalah. Diantaranya adalah soal perdebatan apakah PSSI harus bertanggung jawab. Federasi Sepak Bola Indonesia itu terus mendengungkan bahwa mereka tak bisa dimintai pertanggungjawaban dan menunjuk panitia penyelenggaran pertandingan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab. Tim Gabungan Investigasi Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk oleh pemerintah pun berjanji akan segera menyelesaikan laporan mereka pada pekan ini.