TEMPO.CO, Jakarta - Divisi Humas Mabes Polri menyampaikan bahwa pada 22-23 Juli 2022 telah dilaksanakan kegiatan penggeledahan oleh personel Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri di kantor Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT di Gedung Menara 165, Gudang Wakaf Distribusi Centre (WDC), Global Wakaf Korporat, Kabupaten Bogor.
"Objek penggeldahan meliputin seluruh dokumen hardware maupun software terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Yayasan ACT," kata Karopenmas Div Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin, 25 Juli 2022.
Selain itu, kata Ramadhan, penyidik turut melakukan pemeriksaan kepada 26 saksi yang terdiri atas 21 saksi dan lima saksi ahli, yaitu ahli bahasa, ahli ITE, dua ahli yayasan, dan satu ahli pidana. "Fakta hasil penyidikan diketahui bahwa saudara A (Ahyudin) yang memiliki peran sebagai pendiri, juga sebagai ketua pengurus Yayasan ACT," ujarnya.
Ahyudin merupakan Ketua Pembina pada 2019-2022, serta sebagai pengendali Yayasan ACT dan badan hukum terafiliasi dengan Yayasan ACT. "Mens rea adalah mendirikan Yayasan ACT untuk menghimpun dana melalui berbagai bentuk donasi," ujar Ramadhan.
Bersamaan dengan pendiri yayasan, kata dia, pembina, pengawas, dan pengurus telah mendirikan sekaligus duduk dalam direksi dan komisaris agar dapat memperoleh gaji, serta fasilitas lainnya. Pada 2015, keempat petinggi tersebut membuat SKB pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi 20 sampai 23 persen.
Pada 2020 mereka membuat kesepakatan Dewan Syariah ACT tentang pemotongan dana operasional 30 persen dari dana donasi. Kemudian, menggerakan Yayasan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing atau BCIF (Boeing Community Investment Fund) terhadap ahli waris korban Lion Air JT-610.
"Actus reus memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina, pengawas dengan duduk dalam direksi dan Komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan yayasan ACT," ujarnya.
Menurut Ramadhan, hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan, seharusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan. Namun, dalam hal ini Ahyudin menggunakannya untuk kepentingan pribadi. "Kemudian menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul, temasuk dana Boeing tidak sesuai peruntukannya," katanya.
Sementara peran Ibnu Khajar adalah Ketua pengurus ACT periode 2019-2022 dengan mens rea, yaitu pada 2020 membuat kesepakatan Dewan Syariah Yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional 30 persen dari donasi serta menjadi direksi yang terafiliasi dengan ACT. Pada 2015, membuat SKB pembina dan pengawas yayasan ACT perihal pemotongan donasi 20-30 persen.
"Saudara IK (Ibnu Khajar) membuat perjanjian kerjasama dengan para vendor yang mengerjakan proyek CSR/BCIF terkait dana kemanusiaan Boeing terhadap ahli waris korban Lion Air JT-610. Kemudian, menjadi dewan presidium ACT," ujarnya.
Actus reus Ibnu Khajar, kata Ramadhan, memperoleh gaji, serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina, dan pengawas dengan duduk bersama direksi dan komisaris di badan hukum terafiliasi dengan ACT. "Sebagai presidium yang juga menentukan kebijakan penggunaan dana dari donasi yang dipotong 30 persen," ujarnya.
MUTIA YUANTISYA
Baca Juga: 4 Petinggi ACT Resmi Jadi Tersangka Penyelewengan Dana hingga Pencucian Uang