TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyiratkan sinyal bahwa partainya tidak akan berkoalisi dengan Partai NasDem. Partai pimpinan Surya Paloh itu saat ini sudah menjalin komunikasi intensif dengan PKS serta merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai salah satu bakal capres di Pilpres 2024.
"Bagi PDI Perjuangan, kami tidak suka mengganggu rumah tangga partai politik lain. Saat pelaksanaan Rakernas, kami melihat bagaimana NasDem melakukan pertemuan yang sangat intens dengan partai politik lain. Bahkan kemudian juga dengan PKS. Kemudian Rakernas NasDem itu kan mayoritasnya memberikan preferensi kepada Pak Anies sebagai calon presiden," ujar Hasto, Kamis, 21 Juli 2022.
Hasto mengatakan, partainya menghormati langkah-langkah organisatoris partai lain yang sudah melakukan manuver menjelang Pilpres 2024. Hanya saja, ujar dia, PDIP tidak ingin terlibat dan mengganggu hubungan tersebut.
"Silahturahmi antarketua umum partai politik yang disampaikan dalam berbagai rilis itu kan sudah mengarah pada bentuk kerja sama partai politik. Itu yang dihormati PDIP. Suatu hal yang sangat bagus. Kami tidak ingin mengganggu suatu kemapanan dalam kerja sama yang sudah dibangun," tuturnya.
Hasto mengungkap, ada lima aspek utama yang menjadi pertimbangan partainya dalam membangun kerja sama partai politik di Pilpres 2024, yakni; aspek ideologis, historis, platform partai, agenda strategis masa depan, serta menimbang etika politik.
Secara ideologi, histori, dan platform, Hasto menyebut partai banteng memiliki kedekatan dengan lima partai yakni; Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Partai Golkar, cikal bakal munculnya dari terobosan politik Sukarno di akhir 1950-an yang membentuk kelompok-kelompok fungsional, Golongan Karya salah satunya. Selanjutnya berdiri organisasi konfederasi pada 1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya—cikal bakal Partai Golkar hari ini.
Hasto juga mengklaim PDIP yang dekat dengan NU dan Muhammadiyah, cocok dengan PKB dan PPP yang memiliki kedekatan dengan kaum nahdliyin, serta PAN yang basis utamanya adalah Muhammadiyah. Sementara dengan Gerindra, Hasto menyebut ada kedekatan historis karena kakek dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto adalah pahlawan nasional seperti halnya Bung Karno.
"Dalam kerja sama, kami juga melihat agenda masa depan. Harus melihat nantinya akan mengerucut pada siapa yang akan dicalonkan pada Pilpres 2024. Berikutnya soal etika. Ketika di dalam kerja sama ada yang melanggar etika politik, misalnya ada instrumen hukum yang dipakai untuk membajak kader partai lain yang telah diperjuangkan susah payah di dalam Pilkada, nah itu kan juga menjadi evaluasi kritis bagi kami," ujar Hasto.
Berdasar pertimbangan tersebut, Hasto dalam beberapa kesempatan menegaskan tidak bisa berkoalisi dengan PKS karena berbeda dalam ideologi. Sementara dengan Demokrat, ia menyebut ada perbedaan agenda strategis dengan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Dengan NasDem, Hasto melempar sinyal tidak akan mengganggu hubungan partai besutan Surya Paloh, yang sudah melakukan penjajakan koalisi dengan PKS dan merekomendasikan tiga bakal capres, salah satunya Anies Baswedan. PDIP sampai saat ini belum menentukan capres dan menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.