TEMPO.CO, Semarang - TNI dan Polri menggelar olah tempat kejadian peristiwa (TKP) lanjutan kasus penembakan istri TNI di Jalan Cemara III, Banyumanik, Kota Semarang, Kamis 21 Juli 2022.
Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar bersama Komandan Kodim (Dandim) 0733 Kota Semarang Letkol Honi Havana dan Komandan Pomdam IV/ Diponegoro Widyo Wahyono. Pelaksanaan olah TKP meliputi rumah korban serta di lingkungan sekitar tempat kejadian yang tersorot kamera CCTV.
Menurut Irwan, olah TKP lanjutan ini bertujuan untuk menguatkan modus yang dilakukan oleh para pelaku. "Motifnya kita gali melalui olah TKP lanjutan bersama tim gabungan TNI dan Polri," katanya, Kamis 21 Juli 2022.
Menurut dia, setidaknya terdapat 14 adegan yang dilakukan oleh pemeran pengganti dalam olah TKP ini. Ia menjelaskan adegan yang dilakukan ini disinkronkan dengan dokumen dan bukti digital yang telah didapatkan. "Sinkronisasi dilakukan untuk mengerucutkan modus, motif, serta identifikasi pelaku," ujarnya.
Sebelumnya seorang perempuan berinisial R (34), istri seorang anggota TNI, ditembak orang tak dikenal di depan rumahnya, Jalan Cemara III, Banyumanik, Kota Semarang, Senin 18 Juli 2022. Korban mengalami luka di bagian perut akibat tembakan tersebut.
"Dua tembakan, satu bersarang di perut korban," kata Irwan.
Polisi sendiri telah mengungkap ciri-ciri dan peran empat pelaku penembakan R. Irwan mengatakan empat pelaku menggunakan dua sepeda motor, masing-masing Kawasaki Ninja dan Honda Beat Street tanpa nomor polisi.
Adapun ciri-ciri keempat pelaku yang terekam dalam kamera CCTV di sekitar lokasi kejadian diketahui masing-masing untuk pelaku yang berperan sebagai eksekutor penembakan menggunakan helm yang biasa digunakan untuk motocross, bersepatu warga hitam merah, serta menggunakan senjata api yang diduga pistol.
Adapun dua pelaku lain yang mengendarai Honda Beat bertugas sebagai pengawas saat eksekusi penembakan. "Salah seorang pelaku diketahui berambut panjang," katanya.
Dari rekaman CCTV, kata dia, para pelaku yang diduga merupakan warga sipil tersebut selalu berkomunikasi dengan seseorang melalui telepon sebelum beraksi.