TEMPO.CO, Jakarta -Hari ini 14 Juli pada tahun 2004, eks Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Drs Hoegeng Iman Santoso atau dikenal Hoegeng meninggal dunia di RSCM Jakarta pada usia 84 tahun.
Ia dikenal sebagai sosok figur polisi teladan yang baik, berani, dan jujur. Bahkan Presiden Repbulik Indonesia ke-4, Abdurahman Wahid Gusdur sempat memuji dirinya dengan berkata: "Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng." kata Gusdur.
Hoegeng sendiri menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) kelima pada periode 1968 sampai 1971. Setelah usai menjabai dari Kapolri, ia melanjutkan karirnya sebagai Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet.
Untuk lebih mengenang jasa-jasannya terdahulu, ada salah satu kisah menarik yang dapa diambil sebagai sikap teladan. Bahwasanya ia pernah menolak pemberian mobil dinas, mobil pemberian, dan hanya mengederai satu mobil tua.
Di Indonesia sendiri sering ditemukan seseorang yang menggunakan mobil dinas selain pengguna aslinya. Padahal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76 tahun 2015, mobil dinas disebut digunakan sebagai alat angkutan darat bermotor dinas operasional jabatan di dalam negeri untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.
Begitu pula dengan Hoegeng yang sejak dulu dikenal melarang meminjamkan mobil dinas kepada orang lain. Melansir Antara, keluarga atau ketiga anaknya pun dilarang untuk memakai mobil dinasnya dalam kepentingan apapun.
Dalam situs resmi Provisi Jawa Tengah, diketahui ia memakai mobil Jeep keluaran tahun 1969 dengan tanda bintang empat terpampang di mobilnya. Ia memakai mobil itu untuk melakukan kegiatan dinasnya kemana-mana.
Uniknya, mobil tersebut juga diberikan tulisan oleh Hoegeng, yaitu ‘Ini mobil dinas dan tidak dipinjamkan’. Hal ini menunjukan bahwa dalam diri Hoegeng memiliki sifat komitmen dan integritas yang kuat, khususnya dalam menaati aturan yang ada di Indonesia.
Lalu berdasarkan Jurnal Swadesi yang terbit pada tahun 2021, menceritakan bahwa ia pernah diberikan fasilitas mobil dinas setelah ia lepas dari Kapolri dan menjabat sebagai Menteri. Saat itu ia diberikan dua unit mobil dinas, satu untuk Hoegeng dan satu lagi untuk keluarga.
Namun yang kedua atau mobil untuk keluarga hampir ia tolak dengan alasan tidak memiliki cukup garasi untuk menaruhnya. Di satu sisi, ia juga harus mematuhi aturan Sekretariat Negara, maka akhirnya ia menerima namun mobilnya tersebut diletkan di rumah Sekertarisnya Soedharto Martopoespito.
Selain menolak mobil dinas, ia juga menolak pemberian mobil Mazda "kotak" dari konglomerat asal Indonesia Agus Musin Dasaad. Saat itu Hoegeng ditawari dengan syarat dengan syarat membawa surat pemberitahuan. Namun ia bersikeras dengan keteguhannya akan tidak menerima suatu pemberian. Oleh karena itu, mobil yang diberikan langsung diserahkan kepada temannya
Sebagai pejabat Hoegeng tidak mau aji mumpung atau ketika berkuasa memnfaatkan jabatannya untuk mengumpulkan harta sebanyak – banyaknya. Hoegeng banyak menolak fasilitas terkait jabatannya yang dinilai berlebihan meskipun hal yang dimungkinkan dalam aturan seperti pemberian kavling tanah, rumah, mobil dinas dan pengawalan sehari – hari serta penjagaan didepan rumah.
Melihat sifat tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan bahwa Hoegeng mempunyai daya tahan terhadap integritasnya sebagai pejabat, serta komitmen yang luar bisa. Jujru, dan rendah hati.
“Mudah-mudahan tidak hanya mobilnya, tapi orang yang dahulu menumpang mobil ini patut kita jadikan bapak bangsa. Mudah-mudahan kita semua akan belajar integritas yang dimiliki seorang Hoegeng,” ucapnya dalam situs resmi Provisi Jawa Tengah.
FATHUR RACHMAN
Baca : Kisah Jenderal Hoegeng yang Menolak Rumahnya Dijaga Polisi dan Tak Izinkan Anakanya Masuk Akabri