TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini, 73 tahun yang lalu, Kabinet Hatta mengesahkan Perjanjian Roem-Roijen. Melansir laman resmi Sekretariat Negara, ketika itu, sidang antara PDRI dengan Soekarno, Hatta, serta sejumlah menteri kedua kabinet digelar setelah pemerintahan RI pulih. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta. Sjafruddin Prawiranegara resmi mengakhiri PDRI dan menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno.
Agresi Militer Belanda II yang terjadi pada 19 Desember 1948 terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu membuat Soekarno, Mohammad Hatta, serta beberapa tokoh penting lainnya ditangkap dan diasingkan Belanda ke Bangka.
Melansir dari Somewhere In The Jungle; Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Sebuah Mata Rantai Sejarah Yang Terlupakan (1997), ketika Agresi Militer terjadi, para pemimpin RI masih sempat melakukan rapat darurat yang salah satu rapat menetapkan pemberian mandat kepada Sjafruddin Prawiranegara yang saat itu berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatera.
Agresi itu kemudian dibalas oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) lewat Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Serangan yang berlangsung 6 jam ini bertujuan untuk memperlihatkan pada dunia Internasional bahwa Indonesia belum sepenuhnya habis. Belanda yang sebelumnya sempat mengklaim telah menundukan Indonesia mulai terpojok dan dipaksa berunding dengan Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, United Nations Commission for Indonesia (UNCI) mengakomodasi persoalan ini pada Perundingan Roem-Roijen. Perundingan ini diadakan tanggal 17 April 1949 di Hotel Des Indes Jakarta dan dipimpin oleh Merle Cochran. Delegasi RI diwakili oleh Mr. Muhammad Roem, sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. JH. Van Roijen.
Perundingan yang berjalan alot ini akhirnya rampung pada 7 Mei 1949 dan membawa hasil positif bagi Indonesia, yakni Soekarno dan Hatta serta para tokoh lain yang ditawan dikembalikan ke Yogyakarta dan kedua pihak sepakat untuk melaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
Sjafruddin Prawiranegara berjasa besar memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari Bukittinggi dalam periode 19 Desember 1948- 13 Juli 1949. Setelah menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, Sjafruddin diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri RI pada 1949, kemudian sebagai Menteri Keuangan rentang 1949-1950.
HATTA MUARABAGJA
Baca: Sjafruddin Prawiranegara, Presiden RI ke-2 yang Kerap Dilupakan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.