TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrat berharap polarisasi pada masyarakat imbas dari Pilpres 2014 dan 2019 antara Joko Widodo dengan Prabowo Subianto, tidak berlanjut ke Anies Baswedan dengan Ganjar Pranowo.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP, Herzaky Mahendra Putra, mempertanyakan adanya upaya agar polarisasi ini terjadi.
"Mengapa seakan perang di antara Jokowi dan Prabowo seakan mau diturunkan ke Ganjar dan Anies? Siapa sebenarnya yang mendapat untung dari polarisasi selama 2014 dan 2019? Pihak mana? Tokoh mana? Parpol mana?" ujar Herzaky dalam keterangannya, Selasa, 28 Juni 2022.
Menurut Herzaky, pihak yang memelihara polarisasi agar dapat keuntungan dalam elektoral semata.
Agar polarisasi Jokowi - Prabowo tidak diwariskan kepada Anies - Ganjar, Demokrat mendorong agar adanya poros ketiga dalam Pilpres 2024.
"Buka ruang untuk koalisi dan pasangan calon, minimal tiga di Pilpres 2024 untuk cegah keterbelahan," kata Herzaky.
Soal saran Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh yang menyarankan agar adanya pasangan capres-cawapres dari dua kubu berbeda, Herzaky mengatakan partainya tidak menyetujuinya. Saran Surya ini bertujuan agar polarisasi dan era cebong, kadrun, hingga kampret berakhir.
"Bukan memasangkan siapa dengan siapa, karena kalau memasangkan siapa dengan siapa itu yang dianggap sebagai solusi, sama saja kita menuduh sosok yang dipasangkan itu dan para pendukungnya sebagai sumber polarisasi," ujar Herzaky.
Lebih lanjut, Herzaky juga mendorong agar pihak-pihak yang kerap menyebar politik kebencian, framing, dan labelling yang merusak, menyetop aksinya tersebut. Menurut dia, tindakan itu menjadikan kontestasi politik saat ini ajang menyerang pribadi dan menguliti kekurangan lawan politik, bukan lagi ajang adu gagasan serta adu program.
"Bahkan mem-framing lawan sebagai ancaman yang bisa menghancurkan negeri kalau terpilih. Melabel lawan dengan citra kelompok yang dibenci," kata Herzaky.
M JULNIS FIRMANSYAH
Baca: Cegah Polarisasi di Pilpres 2024, Demokrat: Minimal Ada 3 Pasang Capres-Cawapres