TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat korporasi yang memberikan suap kepada Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti. Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman menyatakan bahwa hal ini bisa membuat efek jera bagi perusahaan lainnya.
"Ini penting untuk penjeraan agar korporasi-korporasi lain yang akan beroperasi di Yogyakarta tidak menggunakan cara-cara melawan hukum seperti suap atau gratifikasi," kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kamis, 9 Juni 2022.
KPK sebenarnya telah menetapkan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono (ON) sebagai tersangka pemberi suap. Zaenur menilai hal itu tak cukup dan menyatakan korporasinya juga harus dimintai pertanggungjawaban pidana. Sebab, menurut Zaenur, tindakan suap seperti itu dipastikan untuk dan atas nama korporasi.
"Dalam konteks seperti itu korporasinya pun harus dimintai pertanggungjawaban pidana, jadi harus menggunakan pendekatan 'corporate criminal liability'," ujar dia.
Sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016, menurut dia, KPK dapat menjerat korporasi manakala korporasi membiarkan atau tidak melakukan langkah pencegahan terjadinya suatu tindak pidana.
Menurut dia, PT Summarecon Agung juga dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut apabila unsur atau kecukupan alat buktinya terpenuhi.
"Itu bisa menjadi 'shock therapy' untuk dunia swasta, untuk dunia usaha. Jadi semuanya harus dilakukan pembersihan secara komprehensif tidak hanya pada birokrasinya saja," ujar Zanur Rohman.
Kasus suap terhadap Haryadi Suyuti ini terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Royal Kedhaton. PT Summarecon Agung disebut sebagai perusahaan pemilik apartemen tersebut.
Saat ditangkap pekan lalu, Haryadi Suyuti disebut sedang menerima uang sekitar 27 ribu dolar Amerika dari Oon. Haryadi juga disebut sudah menerima uang sebelumnya. Pengurusan IMB Apartemen Royal Kedhaton ini disebut sudah mandek sejak 2019. Pembangunan apartemen itu diduga menyalahi sejumlah aturan.
Selain Haryadi Suyuti dan Oon Nushihono, KPK juga telah menetapkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Yogyakarta Nur Widhihartana dan Sekretaris pribadi Haryadi, Triyanto Budi Yuwono, sebagai tersangka. Keempatnya kini mendekam di dalam tahanan komisi anti rasuah.
Baca: Kasus Suap Apartemen, Haryadi Suyuti Cs Tak Dapat Bantuan Hukum Pemkot Yogya